Suara.com - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 hanya mampu bertahan di angka 5,02 persen. Angka pertumbuhan tersebut tidak lebih baik, jika dibandingkan tahun sebelumnya yang menyentuh 5,17 persen.
Ekonom senior yang siap menapaki karir baru sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia Mari Elka Pangestu mengatakan angka pertumbuhan tersebut harus disyukuri ditengah-tengah perlambatan ekonomi global.
"Itu kan memang karena ada faktor-faktor eksternal maupun internal. Tapi kan intinya kurang lebih kita masih tumbuh lima persen. Jadi saya rasa kita harus bersyukur dalam keadaan ketidakpastian ini, bahwa kita bisa stabil lima persen. Jadi relatif kepada negara lain, sebenarnya kita masih dalam keadaan yang baik," kata Pangestu saat ditemui di Hotel Fairmont, Jakarta pada Rabu (5/2/2020).
Mengenai langkah apa yang seharusnya dilakukan Pemerintah Indonesia untuk bisa menerbangkan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi lagi, Pangestu mengemukakan sejumlah langkah..
Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Tak Sesuai Target, Bos BKPM Janji Tingkatkan Investasi
"Memang PR kita bagaimana melakukan reformasi struktural di dalam negeri apakah itu pajak, investasi, termasuk juga untuk UMKM. Agar bisa menarik investor asing dan bisa menciptakan lapangan pekerjaan. Jadi itu PR nya sih," kata mantan Menteri Perdagangan era SBY ini.
"Semoga, kalau tahun ini bisa benar-benar terjadi, kita bisa mulai melihat investasi mengalir. Tetapi mungkin dampaknya baru mulai terasa tahun depan. Karena invetasikan perlu waktu untuk bisa akhirnya jadi pertumbuhan dan pekerjaan," katanya.
Dirinya juga memperkirakan pada kuartal 1 Tahun 2020, Ekonomi Indonesia masih sedikit melambat pertumbuhannya. Hal tersebut mengingat banyak faktor ketidakpastian ekonomi global seperti mewabahnya Virus Corona.
"Perlambatan tergantung dari stimulus fiskal, tergantung juga dari dampak corona virus, karena kelihatannya dampak yang sudah terasa itu kan ke pariwisata. Walaupun pariwisata dari presentase ke PDB kan tidak besar. Dia sekitar empat persen kalau hanya tourism, tapi kalau transportasi masuk itu kayaknya sekitar tujuh hingga delapan persen," ucapnya.
Meski begitu, Pangestu mengatakan yang justru menakutkan adanya dampak jika pertumbuhan Ekonomi Tiongkok turun. Karena setiap satu persen penurunan pertumbuhan Ekonomi Tiongkok itu menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,3 persen.
Baca Juga: Bos BKPM Ungkap Alasan RI Kalah 'Gercep' dari Vietnam Soal Gaet Investor
"Menurut makro model yang pernah dilakukan hitung-hitungannya," katanya.