RUU Omnibus Law Tuai Kritik, Pengamat: Terlalu Terburu-buru

Senin, 20 Januari 2020 | 18:26 WIB
RUU Omnibus Law Tuai Kritik, Pengamat: Terlalu Terburu-buru
Diskusi Revisi UU Pertambangan Mineral dan Batubara dan Masa Depan Tata Kelola Sektor Pertambangan di Indonesia yang digelar di Jakarta, Senin (20/1/2020). [Suara.com/M Fadil]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wacana penggodokan perundang-undangan sapu jagat atau Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Cilaka) kembali menuai kritik. Omnibus Law dikritik karena pembahasannya dinilai terlalu terburu-buru oleh pemerintah.

"Kalau saya waktu mendengar kata Omnibus Law. Selama ini kan yang kita dengar hanya UU Minerba, UU Omnibus Law kan baru. Baru ada usai presiden dilantik. Bahkan tidak ada dalam kampanye presiden," kata Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Maryati Abdullah dalam acara diskusi di Balai Sarbini, Jakarta pada Senin (20/1/2020).

Kekhawatiran Maryati tersebut menyoal tujuan utama Omnibus Law yang mendobrak perundang-undangan lantaran selama ini dinilai menghambat roda perekonomian nasional.

"Saya khawatir keinginan untuk melakukan transformasi ekonomi sesuai dengan filosofi UU 33 terlalu disederhanakan hanya terkait ease of doing business atau hanya sekedar entry to business," katanya.

Baca Juga: Ribuan Buruh Tolak Omnibus Law, Pengusaha: Wajar Ada Yang Tidak Puas

Padahal kata dia, transformasi ekonomi dikatakan berhasil dilakukan secara bertahap dan jangka panjang, bukan justru serta-merata merevisi sejumlah perundang-undangan.

"Long life untuk sustainability business itu adalah dengan kelembagaan yang kuat, environment investasi yang kuat dan sebagainya. Jadi khawatir kalau pembahasannya terburu-buru hanya sekedar entry to bussines tapi bukan sustainability business. Tidak sustainability ekonomi," katanya.

Untuk itu, dia berharap pemerintah dan DPR membahas Omnibus Law dengan secara cermat dan tidak dilakukan dengan terburu-buru, sehingga niat baik dari rancangan UU ini bisa tercapai.

"Saya berharap pemerintah membahas keduanya menjadi saling sinkron dan saling terkait dengan sistem lain. Dan kedua tidak menyingkirkan fungsi-fungsi sosial masyarakat dan lingkungan hidup, karena itu menjadi kekhawatiran bersama," ujarnya.

"Lagi pula permasalahan lingkungan saat ini menjadi perhatian dunia. Kalau Indonesia mengabaikan hal-hal seperti itu Indonesia dalam 5-10 tahun ke depan bukan melakukan transformasi ekonomi, tapi justru trap (jebakan) ekonomi. Mungkin itu perlu dilihat dengan baik," katanya.

Baca Juga: Tolak Omnibus Law, Kaum Buruh Ungkap Ada 6 Alasan

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI