Suara.com - Pemerintah telah memutuskan menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Naiknya iuran BPJS Kesehatan dinilai bakal memperparah penurunan daya beli masyarakat.
“Yang pastinya, kenaikan tarifnya itu secara tidak langsung akan mempengaruhi daya beli masyarakat,” ujar Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet, Minggu (19/1/2020) kemarin.
Saat ini, mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), terlihat laju inflasi inti sepanjang 2019 adalah sebesar 3,02%. Angka ini turun dari posisi 2018 sebesar 3,07%.
Penurunan ini diprediksi bakal kembali jatuh lebih dalam bila pemerintah terus-terusan menaikkan beragam tarif layanannya kepada masyarakat.
Baca Juga: Iuran BPJS Kesehatan Naik, Sedikitnya 800 Ribu Orang Turun Kelas
Selain itu, dikhawatirkan kebijakan tersebut dapat mendorong masyarakat turun kelas bahkan beralih kepada asuransi swasta.
“Karena masyarakat kecenderungannya mencari akal gimana caranya untuk bisa mendapat tarif yang lebih murah, tentu ini akan berdampak terhadap kesesuaian kelas artinya, masyarakat yang harusnya dikategorikan kelas menengah atas, karena kenaikan tarif ini akhirnya dia pindah ke kelas menengah bawah,” tuturnya.
Menurutnya, aksi rombongan ini pada akhirnya malah menghambat tujuan pemerintah yang ingin meningkatkan pelayanan kesehatan apalagi menutup defisit BPJS Kesehatan itu sendiri.
“Nah khawatirnya tentu akan numpuk nih di kelas yang lebih rendah, akhirnya peningkatan pelayanan yang dicita-citakan sulit juga tercapai,” tutupnya.
Sejak diterapkan per 1 Januari 2020 lalu, tercatat setidaknya ada 372.924 orang peserta yang melakukan turun kelas.
Baca Juga: Iuran BPJS Kesehatan Naik 100 Persen, Puluhan Warga Pilih Turun Kelas
BPJS Kesehatan melaporkan ada 153.466 orang peserta penerima manfaat kelas I yang melakukan turun kelas. Turun sekitar 3,53% dari total peserta di kelas I.