"Ada beberapa hal yang membuat terjadi pengurangan pada lifting minyak, yakni kebocoran EMCL 'floating hose" di Blok Cepu yang kalau setahun berkurang menjadi 2.900 barel oil per hari," kata Dwi di Gedung SKK Migas Jakarta, Kamis (9/1/2020).
Dwi merinci realisasi lifting minyak pada 2019 mencapai 746.000 barel per hari atau 96,3 persen dari APBN 2019 sebesar 775.000 barel per hari. Namun demikian, capaian ini di atas target WP& B sebesar 729,5 ribu BOPD atau sebesar 102,3 persen.
Menurut dia, lifting minyak Indonesia berpotensi mencapai 752.000 barel per hari, namun terjadi pengurangan akibat serangkaian kendala sepanjang 2019, seperti kebakaran hutan di Sumatera, dampak kondensat karena curtailment gas, revisi Amdal EMCL dan kebocoran di lapangan YY blok Offshore North West Java (ONWJ).
"Jika dibandingkan RUEN pada 2019, diprediksi lifting minyak berada di angka 590.000 BOPD. Capaian 746.000 BOPD ini telah menunjukkan hasil yang membanggakan atas upaya kerja keras yang dilakukan oleh SKK Migas dan KKKS," kata dia.
Baca Juga: Lifting Migas Gagal Capai Target APBN 2019, Dwi Soetjipto Beri Alasan
Sementara itu, realisasi lifting gas sepanjang 2019 mencapai 5.934 MMSCFD atau hanya 84,8 persen dari target APBN 2019 sebesar 7.000 MMSCFD. Jika dibandingkan dengan target WP&B yang sebesar 5,937 MMSCFD, realisasi lifting gas 2019 mencapai 99,9 dari target yang ditetapkan.
Mantan Dirut Pertamina itu menambahkan kinerja lifting gas 2019 pada awalnya sempat mencapai angka 6.002 MMSCD.
Capaian ini diperoleh setelah SKK Migas dan KKKS melakukan berbagai terobosan dan inovasi melalui kegiatan antara lain Filling The Gap (FTG), Production Enchancement Techonology (PET), Management, Optimisasi Planned Shutdown dan lainnya.
Namun, adanya curtailment gas 60,8 MMSCFD seperti yang terjadi di JOB PMTS, Pertamina EP dan ENI, kemudian kejadian H2S Spike EMCL dan "accident" di lapangan YY memberikan penurunan sebesar 7,2 MMSCFD.
Baca Juga: Kilang Minyak Pertamina - Rosneft Ditolak Warga, Istana: Belum Paham Itu