Suara.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai persoalan Indonesia terkait perekonomian masih sama. Persoalannya, yaitu tak bisa mengatasi defisit transaksi berjalan dan defisit neraca perdagangan. Dengan begitu, sangat mempengaruhi perekonomian Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) neraca perdagangan sepanjang 2019 alami defisit 3,2 miliar dolar AS. Defisit ini karena nilai impor lebih tinggi dibanding ekspor.
"Kita memiliki persolaan yang sering saya sampaikan, bertahun-tahun yang tidak bisa kita selesaikan yaitu namanya defisit transaksi berjalan dan defisit neraca perdagangan," ujar Jokowi dalam pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Kamis (16/1/2020).
Selain itu, Mantan Gubernur DKI Jakarta pun kembali menyinggung peraturan yang menghambat dunia usaha maupun industri jasa keuangan.
Baca Juga: Migas Selalu Jadi Biang Kerok Defisit Neraca Dagang RI
Sehingga, pihaknya pun akan mengajukan revisi aturan atau omnibus law ke DPR paling lambat minggu depan.
"Ada 79 UU yang akan kita revisi sekaligus, yang di dalamnya ada 1.244 pasal yang ingin direvisi. Yang itu kita lakukan karena pasal-pasal ini menghambat, kecepatan kita dalam bergerak memutuskan setiap respond perubahan dunia," ucap dia.
Sementara itu, Jokowi menilai, meskipun sektor keuangan berjalan dengan baik dan stabil, tapi sektor keuangan Indonesia mayoritas diisi oleh pinjaman dari luar negeri sebesar Rp 130 triliun.
"Ini adalah angka yang sangat besar sekali dan memengaruhi pertumbuhan ekonomi kita," pungkas dia.