"Secara pragmatis memang bisa saja dapat harga gas yang lebih murah dari impor, sehingga harga turun, tapi yang terjadi jangka panjang adalah dampak buruk," katanya.
Dampak buruk pertama adalah Indonesia akan menjadi ketergantungan impor gas industri karena murah, padahal kita memiliki sumber daya yang banyak.
Kedua, Indonesia tidak akan bisa memiliki infrastruktur jaringan gas dalam jangka panjang.
"Jangan kambing hitam-kan harga gas untuk mahalnya sektor industri, belum tentu harga-harga yang lain jadi turun," katanya.
Baca Juga: Jokowi Batal Ngomong Kasar ke Menteri Terkait Gas Mahal, Ini Kata Seskab
Selain itu, kebijakan DMO, itu sama halnya dengan subsidi, Fahmy menilai dampak buruknya adalah PGN akan menanggung kerugian dari dampak tersebut, sebab hanya perusahaan plat merah tersebut yang memiliki jaringan gas luas.
Kemudian, pengurangan pendapatan pemerintah hingga dipotong 2 dolar As per MMBTU juga memiliki dampak penerimaan negara akan turun dalam skala besar.
"Ya terobosan penurunan harga gas industri memang memiliki buah simalakama," kata Fahmy.
Secara tegas ia menilai bahwa memperbanyak jaringan infrastruktur pipa gas merupakan langkah yang baik untuk jangka panjang.
Pengamat ekonomi energi Marwan Batubara menyarankan agar Presiden tegas dalam memberikan perintah dalam hal penurunan harga gas industri.
Baca Juga: Kesal Harga Gas Mahal, Jokowi: Mau Ngomong Kasar Tapi Nggak Jadi
"Harga gas industri bisa saja turun kalau Presiden memberikan perintah untuk turun, jangan hanya imbauan atau keluhan saja," kata Marwan.