Suara.com - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menduga PT Asuransi Jiwasraya (Persero) memoles laporan keuangannya pada 2016 dan 2017. Hal ini diketahui saat melakukan audit pada 2016 dan 2018.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan, manajemen memoles laporan keuangan dengan melakukan window dressing atau rekayasa akuntansi yang tak mencantumkan dana pencadangan dalam laporan itu.
"Selanjutnya, pada 2017, Jiwasraya laba Rp 360,3 miliar, namun opininya enggak wajar, akibat kekurangan pencadangan Rp 7,7 triliun. Jika pencadangan itu dilakukan sesuai ketentuan, seharusnya perusahaan rugi," ujar Agung dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta pada Rabu (8/1/2020).
Agung melanjutkan, pada tahun 2018 dan 2019, Jiwasraya baru mengalami kerugian yang fantastis. Bahkan, modal atau equity Jiwasraya alami negatif.
Baca Juga: BPK dan Kejaksaan Agung Bahas Asuransi Jiwasraya
"Pada 2018, Jiwasraya membukukan kerugian unaudited sebesar Rp 15,3 triliun dan sampai September 2019 diperkirakan rugi Rp 13,7 triliun. Pada posisi November 2019 Jiwasraya diperkirakan alami negatif equity sebesar Rp 27,2 triliun," ucapnya.
Menurut Agung, kerugian yang diraih pada 2018 dan 2019 karena perseroan menjual produk asuransi jiwa yaitu JS Saving Plain dengan biaya bunga atau cost of fund yang melebihi dari deposito dan obligasi.
"Dan dilakukan secara masif sejak 2015 dana dari saving plan tersebut diinvestasikan pada instrumen saham dan reksa dana yang berkualitas rendah sehingga akibatkan adanya negatif separated. Pada akhirnya hal ini mengakibatkan tekanan likuiditas pada PT Jiwasraya berujung pada gagal bayar," katanya.