Suara.com - Nama praktisi bisnis Rhenald Khasali akhir-akhir ini menjadi viral karena disebut-sebut dalam kisruh PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Rhenald Khasali ramai dibahas lantaran tandatangan penggagas Rumah Perubahan ini ada dalam setiap penghargaan yang diterima Jiwasraya.
Terkait hal tersebut, Rhenald menyebut ada yang membangun logika seakan-akan kecurangan atau fraud yang terjadi karena sertifikat yang dikeluarkan.
Menurut website resmi Jiwasraya, perusahaan telah menerima banyak penghargaan mulai dari majalah SWA, Menkominfo, Markplus, majalah Investor, WartaEkonomi dan sejumlah media dan pihak asuransi.
Baca Juga: Diperiksa Kejagung soal Kisruh Jiwasraya, Petinggi OJK Hoesen Irit Komentar
Penandatangan sertifikatnya juga beragam, mulai dari Menkominfo Rudiantara, mantan Menteri Kelautan Mohammad Fadel, Hermawan Kartajaya, pemimpin redaksi Infobank Eko B Supriyo dan sejumlah CEO perusahaan asuransi.
"Ini benar-benar keterlaluan dan pembodohan. Bukannya membuat analisis yang benar dan tangkap pelaku fraud-nya, malah membangun logika yang ngawur," kata Rhenald dalam keterangannya, Selasa (31/12/2019).
Guru besar UI ini pun menjelaskan bahwa fraud di perusahaan asuransi itu terjadi secara terselubung pada sisi investasi. Sedangkan penghargaannya terkait proses pembuatan produk di antara sesama BUMN dan anak cucunya.
"Untuk menangkap pelaku kejahatan, tak bisa dilakukan asal bicara. Tapi butuh bukti-bukti yang kuat siapa saja pihak yang telah menimbulkan unsur kerugian negara. Bantulah negara membuat persoalannya jelas, jangan malah dibuat kusut. Dan karang-karang angka sendiri," jelasnya.
"Jadi daripada membiarkan pelaku fraud melarikan diri, lebih baik fokus pada seluk beluk permainan si pelaku. Ini adalah upaya sistematis yang penuh trik, padahal lembaga pengawasnya banyak, diaudit kantor akutansi internasional yang biayanya puluhan miliar rupiah,” tambahnya.
Baca Juga: Diperiksa 12 Jam Terkait Kasus Jiwasraya, Ini Pengakuan Bos Bancassurance
Sebagaimana diketahui, pihak Kejaksaan Agung RI mulai melakukan penyidikan dan pemanggilan.
"Sangat mungkin ada yang resah dan menyewa jasa buzzer untuk kelabui publik," imbuhnya.
Kasus Jiwasraya merebak sejak Menteri BUMN Rini Soemarno mendapat laporan dari direktur yang baru ditunjuk pertengahan tahun 2018, Asmawi Syam bahwa terdapat cadangan kerugian dalam jumlah besar yang belum dihapus bukukan.
Penghapus bukuan memerlukan persetujuan pemegang saham karena ada unsur kerugian negara.
Rumitnya, kerugian itu terjadi melalui pembelian saham di publik yang baru diketahui saat saham akan dijual kembali untuk membayar kewajiban. Karena tak dilaporkan maka banyak yang dikelabuhi termasuk akuntan publiknya.
Rini lalu menugaskan BPKP melakukan audit ulang pada Desember 2018. Hasilnya ditemukan fraud pada sisi investasi. Sejak itu beredar nama-nama pelaku dan laporan keuangannya dikoreksi yang berakibat nilai kerugian 2019 membengkak menjadi Rp 13,6 triliun.
Muncul nama-nama besar mulai dari mantan direktur, "tukang goreng" saham dan oknum pejabat yang masuk daftar cekal negara.
"Jangan alihkan perhatian, dan jangan bantu mereka buang badan. Kejahatan adalah kejahatan, pelakunya harus dicari. Uang masyarakat harus diselamatkan. Buat apa bangun logika yang sesat?" tandasnya.