Kisruh Jiwasraya, Presiden Jokowi: Ini Bukan Masalah Ringan

Kamis, 19 Desember 2019 | 07:47 WIB
Kisruh Jiwasraya, Presiden Jokowi: Ini Bukan Masalah Ringan
Presiden Joko Widodo (kiri) berbincang dengan Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor (kanan) saat meninjau lokasi rencana ibu kota baru di Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa (17/12). [Suara.com/Ummy Hadyah Saleh]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Erick menegaskan bahwa proses restruktrurisasi berupa penyatuan perusahaan-perusahaan asuransi BUMN ditargetkan selesai dalam 6 bulan.

"Insya Allah dalam 6 bulan ini kita coba persiapkan solusi-solusi yang salah satunya diawali dengan pembentukan 'holdingisasi' pada perusahaan asuransi supaya nanti ada 'cash flow' yang juga membantu nasabah yang hari ini belum mendapat kepastian. Tapi hari ini yang mesti saya tekankan restruktrurisasi, jadi prosesnya pasti berjalan," jelas Erick.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pihaknya akan melibatkan aparat penegak hukum dalam penyelesaian kasus ini. Hal tersebut dilakukan guna mengantisipasi adanya kemungkinan tindakan kriminal di balik masalah Jiwasraya.

Sri Mulyani melanjutkan, pihaknya akan secepatnya mengirimkan berkas-berkas terkait kasus ini kepada aparat hukum. Ia akan melibatkan sejumlah pihak mulai dari Kepolisian, Kejaksaan Agung, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Baca Juga: Usut Dugaan Korupsi Jiwasraya, Jaksa Agung Siap Cekal Jajaran Direksi

Salah satu pihak aparat penegak hukum yang tengah menyelidiki Jiwasraya adalah Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Mereka mengendus adanya dugaan tindak pidana korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dalam penjualan produk JS Saving Plan.

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta M. Nirwan Nawawi menjelaskan bahwa pihaknya melihat adanya dugaan tindak pidana korupsi pada kurun 2014–2018, yakni saat Jiwasraya menjual produk JS Saving Plan melalui unit kerja pusat bancassurance dan aliansi strategis.

Ia menjelaskan, perseroan menawarkan persentase bunga yang cenderung di atas nilai rata-rata, berkisar 6,5–10 persen, kemudian memperoleh pendapatan premi Rp 53,27 triliun. Diduga terdapat penyimpangan dalam pelaksanaan penjualan produk tersebut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI