Suara.com - RUU Omnibus Law Perpajakan diharapkan sudah dapat berlaku pada 2021. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, bahwa dalam RUU Omnibus Law Perpajakan setidaknya ada 28 pasal yang bakal mengatur soal perpajakan.
Hal ini diungkapkan oleh Sri Mulyani saat ditemui usai melakukan pertemuan tertutup dengan Pimpinan DPR RI Puan Maharani di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (16/12/2019).
"Kami berjanji akan memberi ringkasan (draf RUU Omnibus Law) karena nanti akan banyak bertanya ke Ibu Ketua (Puan Maharani). Omnibus Law Perpajakan hanya 28 pasal," kata Sri Mulyani.
28 pasal tersebut lanjut Sri Mulyani terdiri dari 6 cluster isu yang bakal diangkat. Pertama meningkatkan investasi melalui penurunan pajak pph badan.
Baca Juga: Tersandung Maladministrasi, Sri Mulyani Pastikan PKH Tetap Cair Awal 2020
Kedua adalah mengenai sistem teritorial penghasilan dividen luar negeri dibebaskan pajak asal berinvestasi di Indonesia. Ketiga, mengenai subjek pajak Orang Pribadi yang membedakan WNA dan WNI.
Keempat bagaimana meningkatkan kepatuhan perpajakan dengan cara memberi sanksi yang lebih tinggi.
"Kami itu juga hitung ulang sanksi dan imbalan. Kalau melakukan pelanggaran sanksi cukup tinggi 2 persen sampai 24 bulan, jadi suku bunga 48 persen," paparnya.
"Kami pakai yang berlaku di pasar sedikit sanksi adminsitrasinya. Jadi wajib pajak bisa patuh," tambah Sri Mulyani.
Kelima, mengenai ekonomi digital. Perpajakan bagi transaksi elektronik yang sama dengan pajak biasa termasuk penunjukan platform digital.
Baca Juga: Heboh Sepeda Brompton, Sri Mulyani dan Suami Juga Pernah Menaikinya
"Mereka yang tidak memiliki badan usaha tetap di Indonesia merespon fenomena ekonomi digital, perusahaan itu tidak ada di Indonesia tapi dapat income. Netflix Amazon, kita pajaki sebagai subjek luar negeri yang tidak ada di Indonesia," kata Sri Mulyani.