BPJS Kesehatan Nunggak Bayar Obat Rp 6 Triliun ke Perusahaan Farmasi

Minggu, 15 Desember 2019 | 17:30 WIB
BPJS Kesehatan Nunggak Bayar Obat Rp 6 Triliun ke Perusahaan Farmasi
Pegawai melayani warga di kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Jakarta Timur, di Jakarta, Rabu (30/10). [ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan diduga menunggak pembayaran obat ke Distributor Farmasi (PBF). Tunggakan tersebut berasal dari Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI), Darodjatun Sanusi, mencatat tunggakan pembayaran obat BPJS Kesehatan hingga akhir November 2019 diperkirakan sudah mencapai Rp 6 Triliun.

Angka itu kata dia, belum termasuk tunggakan Apotek PRB (Program Rujuk Balik) BPJS Kesehatan ke PBF yang diperkirakan lebih dari Rp 1 triliun.

"Meskipun pemerintah sudah mencairkan dana tambahan untuk BPJS sebesar Rp 9,3 triliun di akhir November 2019, namun berdasarkan pantauan GPFI, para Distributor Farmasi hanya menerima kucuran dana dari Faskes JKN sekitar Rp 450 miliar atau sekitar 5 persen saja," kata Darodjatun dalam keterangannya, Minggu (15/12/2019).

Baca Juga: Benahi BPJS, Menkes Terawan Singgung Operasi Caesar Tanpa Alasan Medis

Darodjatun menjelaskan pembengkakan utang ini juga terjadi pada usia piutang yang meningkat dari 60 hari menjadi 155 hari.

Meskipun demikian, Faskes JKN masih terus melakukan belanja rutin untuk kebutuhan peserta BPJS Kesehatan. Hal ini berarti, saldo piutang BPJS Kesehatan justru semakin membengkak karena nilai pembelian jauh lebih besar dari nilai pembayaran.

Menurut dia, kondisi ini sangat membebani kelangsungan usaha Distributor Obat. PBF harus menanggung beban tambahan modal kerja yang sangat besar dan bunga pinjaman bank yang besar.

Darodjatun menuturkan, beban tersebut menurunkan tingkat profitabilitas Distributor Obat yang saat ini sudah sangat rendah.

Menurut catatan GPFI, 90 persen obat-obatan JKN secara unit selama ini disuplai oleh anggota GPFI.

Baca Juga: Defisit BPJS, Menkes Terawan Singgung Operasi Caesar Tanpa Alasan Medis

Membengkaknya utang di program JKN akan berdampak pada industri penyuplai kebutuhan obat-obatan sehingga terjadi kekosongan obat di fasilitas kesehatan pelayanan JKN.

"Industri farmasi di Indonesia selalu siap mendukung keberlangsungan program JKN yang sangat besar manfaatnya bagi masyarakat Indonesia. Namun, tanpa ada dukungan cash flow, ibarat tubuh tanpa aliran darah, semua akan mati," imbuh dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI