Suara.com - Guna mendorong pertumbuhan ekonomi di 2020, arah kebijakan Bank Indonesia (BI) akan tetap longgar dan akomodatif.
Hal tersebut dirasa perlu dilakukan di tengah bayang-bayang dampak dari perlambatan ekonomi global terhadap ekonomi domestik.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Endy Dwi Tjahjono mengatakan, BI juga akan tetap mempertimbangkan data-data ekonomi terbaru untuk membuka ruang penurunan suku bunga acuan pada 2020, setelah tahun ini bank sentral empat kali memberikan pelonggaran suku bunga.
"Stance (arah) 2020 kita tetap akomodatif," ujar Endy Dwi Tjahjono di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Senin (10/12/2019) kemarin.
Baca Juga: Bank Indonesia Ungkap Zakat dan Infak Orang Indonesia Masih Rendah
Jika dibutuhkan pelonggaran kembali suku bunga acuan, kata Endy, maka Bank Indonesia tidak akan ragu untuk melakukan penyesuaian.
"Kalau mengatakan suku bunga masih turun, tetap data-dependent. Kalau memang perlu diturunkan, akan diturunkan. Stance masih longgar," kata Endy.
Sepanjang 2019 Bank Indonesia telah agresif memangkas suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate dengan akumulasi sebesar 100 basis poin (satu persen) menjadi lima persen.
Di tahun ini Bank Indonesia juga mengkombinasikan pelonggaran kebijakan moneter dengan kebijakan makroprudensial, diantaranya dengan menurunkan Giro Wajib Minumum (GWM), memangkas uang muka Kredit Pemilikan Rumah (KPR), dan menaikkan rasio Pembiayaan terhadap Pendanaan (Loan to Funding Ratio/LFR) untuk menyuntik likuiditas ke perbankan.
Pada 2020, lanjut Endy, Bank Indonesia tetap akan mengandalkan seluruh amunisinya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, selain kebijakan moneter suku bunga acuan.
Baca Juga: Bank Indonesia Pesimis soal Pertumbuhan Ekonomi, Sri Mulyani Buka Suara
Kebijakan moneter bukanlah satu-satunya jurus bank sentral dalam menggerakkan roda perekonomian. Bank Indonesia menjamin masih memiliki sejumlah instrumen lain untuk memberikan stimulus terhadap perekonomian.
"Bukan cuma moneter tapi ada di sistem pembayaran, mendorong program Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Kemudian ekonomi dan keuangan syariah. Kita tidak hanya bermain di moneter," tegasnya.
Untuk indikator makroekonomi pada 2020, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di rentang 5,1-5,5 persen dengan laju inflasi 2-4 persen, dan defisit transaksi berjalan sebesar 2,5-3 persen dari PDB.
Kemudian intermediasi perbankan akan berjalan dengan pertumbuhan kredit di 10-12 persen, dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 8-10 persen. (Antara)