Suara.com - Tidak banyak yang tahu, bahwa potensi pendapatan dari kereta MRT Jakarta didapat dari banyak pos, diantaranya dari pendapatan iklan. Sebab jika hanya mengandalkan penjualan tiket, MRT belum bisa menutupi biaya operasionalnya.
Direktur Keuangan dan Manajemen Korporasi PT MRT Jakarta Tuhiyat menjelaskan, pendapatan MRT Jakarta didapat dari tiga sumber yakni tarif tiket perjalanan biasa dengan harga Rp 14.000 (Bundaran Hotel Indonesia-Lebak Bulus), tarif per jarak, dan pendapatan di luar tarif atau non-farebox.
Pendapatan MRT Jakarta dari non-farebox ini mencapai Rp 225 miliar sejak beroperasi pertama Maret 2019 hingga saat ini. Pendapatan non-farebox terdiri dari iklan, telekomunikasi, retail dan naming rights (hak penamaan)
Tuhiyat mengatakan, pendapatan yang diperoleh dari iklan sendiri mencapai Rp 124 miliar. Iklan tersebut terpasang baik di dalam stasiun, luar maupun di dalam kereta, terowongan, hingga dinding pembatas area peron dengan jalur rel atau platform screen doors (PSD).
Baca Juga: Polisi Ciduk Kurir Narkoba Saat Transaksi di Bawah Stasiun MRT Haji Nawi
Adapun pemasangan iklan berdasarkan lelang dengan beberapa perusahaan.
"Totalnya sekitar Rp 124 miliar. Ini iklan kalau anda ke ground, elevated, semuanya iklan, orang yang mau pasang iklan bukan ke kita karena ada pemenangnya," kata Tuhiyat di Wisma Nusantara baru-baru ini.
Pendapatan kedua non-farebox didapat dari telekomunikasi.
"Semua provider yang ada di MRT bisa akses di bawah tanah. Dulu awal-awal hanya Telkomsel, sekarang all provider. Walau ini cuma kecil kita akan fasilitasi. Kontribusinya sekitar Rp 3 miliar. Cuma untuk Wifi, telekomunikasi, kemudian bisnis untuk mesin EDC," kata dia.
Selain itu, pendapatan MRT Jakarta juga diperoleh dari bisnis retail. Retail dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pertama, kelompok branded dan kedua kelompok UMKM.
Baca Juga: Dibangun di Bawah Sungai, Pembangunan MRT Fase II Akan Lebih Sulit
Dari 13 stasiun, ada empat sampai lima Stasiun yang diisi oleh pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan produk kreatif.
Namun untuk mendaftarnya, para pelaku UMKM bisa langsung mendaftarkan diri ke Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) yang kini bergabung kembali dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Meski pendapatannya dari UMKM kecil, Tuhiyat meyakini akan memberikan dampak banyaknya masyarakat yang menggunakan MRT.
"Berapa porsinya? Hanya 1 persen dari revenue kita. Yang apa yang menarik bukan pendapatannya, yang kita lihat, efek orang naik MRT jauh lebih banyak karena adanya ketertarikan," ucap dia.
Pendapatan lain yang didapat MRT berasal dari naming rights stasiun dengan sejumlah perusahaan. Saat ini ada lima stasiun yang menggunakan naming rights yakni Stasiun MRT Lebak Bulus, Stasiun MRT Blok M, Stasiun Istora, Stasiun Setiabudi, Stasiun Dukuh Atas.
Naming rights stasiun tersebut yakni Stasiun MRT Lebak Bulus Grab, Setiabudi MRT Astra, Stasiun Istora Mandiri, Stasiun Dukuh Atas BNI dan Stasiun Blok M BCA.
"Ini juga terbesar porsinya (pendapatan nonfarebox). Sekarang ada lima yaitu Blok M, Dukuh Atas, Istora, Setiabudi, dan Lebak Bulus. Terbesar dan termahal ada di ujung," ucap dia.
Tuhiyat menuturkan kontrak dengan perusahaan tersebut terkait naming rights yakni 2-5 tahun. Pendapatan dari naming rights adalah pendapatan paling besar untuk saat ini. Untuk nama Lebak Bulus Grab saja, pendapatan bisa mencapai Rp 33 miliar per tahun.
"Naming rights itu dari semua non-farebox adalah saat ini ada yang paling terbesar baru setelah itu iklan. Nominal saya enggak terlalu hapal, tapi kalau Grab kurang lebih sekitar Rp 33 miliar per tahun," ucap dia.
Adapun stasiun lain kata Tuhiyat masih dalam proses lelang.
Sementara untuk naming rights stasiun Bundaran Hotel Indonesia, pihaknya menahan sementara untuk tidak djual. Namun jika dijual, pihak MRT Jakarta akan menawarkan harga yang paling tinggi.
"(Stasiun lain) masih dalam proses. Yang kita hold adalah stasiun MRT Bundaran HI. Karena sudah pusat kota, sudah diujung disebut terus di setiap stasiun. Pokoknya kita jual paling mahal," tutur dia.
Lebih lanjut, Tuhiyat menegaskan prinsipnya naming rights stasiun tidak boleh menghilangkan nama stasiun, namun hanya nama tambahan.
"Prinsipnya tidak boleh meghilangkan nama stasiun hanya ada tambahan, enggak pernah menghilangkan. Setia Budi Astra, Lebak Bulus Grab," kata dia.
Sementara stasiun yang tidak boleh terdapat naming rights yakni Stasiun ASEAN. Tuhiyat mengatakan dengan MRT berlokasi di depan Stasiun SEAN berdampak pada MRT Jakarta yang mendunia.
"Satu-satunya yang tidak boleh dijual adalah ASEAN. Karena di situ ada Sekretariat ASEAN. Dia nggak bayar tapi impact MRT mendunia lewat dia (ASEAN) dan nggak boleh ada nama lain," kata Tuhiyat.
Selain itu kata Tuhiyat, pendapatan yang didapat MRT juga dari adanya pengembangan TOD. Sebab dengan adanya pengembangan TOD bisa meningkatkan keuntungan dari penjualan tiket.
"Pendapatan TOD dan MRT bisa mencapai hampir Rp 242 triliun jika semuanya sudah berhasil berjalan. Untuk modal TOD, paling setengah dari jumlah tersebut," katanya.
Sejumlah upaya dilakukan PT MRT Jakarta untuk mempermudah masyarakat yang ingin menggunakan kereta MRT Jakarta. Salah satu upaya MRT Jakarta yakni kedepan penumpang bisa menggunakan QR Code tanpa menggunakan kartu.
Tuhiyat mengatakan, akan ada uji coba penggunaan QR code yakni pada 1 Desember 2019. Ia pun berharap ke depan pada 1 Januari 2020 mendatang tidak ada permasalahan penumpang yang akan menggunakan MRT Jakarta
"Akan hadir QR code. QR code itu pakai Handphone semua. 1 Desember kami akan uji coba. Karena 1 Januari diharapkan sudah tidak ada lagi persoalan harus lancar," ujar Tuhiyat.
QR Code sendiri merupakan kode matriks atau barcode dua dimensi yang berasal dari kata "Quick Response" dimana isi kode tersebut bisa diuraikan dengan cepat dan tepat.
Untuk menggunakan aplikasi tersebut masyarakat bisa mengunduh aplikasi MRT-J yang ada di android ataupun iOs
Nanti setelah aplikasi terisi saldo, penumpang bisa langsung scan QR code saat masuk di pintu Tapping tiket Stasiun MRT.
"Pulsanya tetap anda isi, tapi nanti pakai scan. Aplikasinya ada di ios dan android," ucap Tuhiyat.
Disamping menggunakan QR kedepannya, MRT Jakarta akan mengeluarkan kartu multi trip dengan nama "Kartu Jelajah". Kartu tersebut akan terbit pada 25 November 2019 mendatang.
Tuhiyat menuturkan, kartu multi trip Jelajah tersebut sama seperti uang elektronik yang dikeluarkan bank. Jadi fungsinya bisa menyimpang uang.
"Multi trip hampir sama dengan uang elektronik karena multi trip menyimpan uang anda. Memang ada uang pembelian kartunya," kata dua.
Selanjutnya ada STT (Single Trip Ticket). Kartu tersebut diperuntukkan bagi turis ataupun penumpang yang hanya sekali berpergian.
"STT ini untuk turis, karena STT ini kalau ada refund Rp 15 ribu, jadi nggak perlu beli Rp 15 ribunya beli tripnya saja, dipintu keluar, kita akan ubah seperti di luar negeri," ucap dia.
Keunggulan kartu Multi Trip Ticket ataupun STT memiliki keunggulan yakni kecepatan dalam melakukan tapping tiket di stasiun MRT.
Kemudian pembayaran MRT Jakarta dengan cara lain yakni menggunakan uang elektronik yang dikeluarkan bank.
Diketahui ada lima jenis kartu uang elektronik dari lima bank dari Himbara (Himpunan Bank Negara) serta DKI dan Bank BCA.
Tuhiyat menuturkan, kartu uang elektronik yang dikeluarkan Bank memang membutuhkan waktu dalam melakukan taping tiket. Sebab kartu tersebut memang tidak dirancang koneksi cepat dengan MRT Jakarta.
"Yang kita perhatikan ada jeda karena memang tidak desain link in dengan ini apalagi kalau uang elektronik yang lama-lama suka eror," kata dia.
Lebih lanjut, Tuhiyat menuturkan adanya pilihan pembayaran tersebut bukanlah menghilangkan pilihan, melainkan melengkapi pilihan masyarakat dalam menggunakan MRT Jakarta.
"Jadi itu bukan menghilangkan tapi saling melengkapi mana pilhan anda, karen MTT menyimpan dana. Sementara ini top up di setiap statsiun. Nanti kta kembangkan pakai hp," ucap dia.
Merliana (30) salah satu pengguna MRT menyambut baik adanya langkah MRT adanya QR Code. Menurutnya penggunaan QR Code sangat mempermudah saat menggunakan MRT.
Sebab dengan adanya QR Code, tak perlu lagi membawa kartu.
"Lebih simpel jadinya. Karena kan pakai hp tinggal scan. Jadi nggak usah ribet bawa kartu. Kalau punya kartu juga, misalnya hilang kan bisa pakai barcode," ucap Merliana.