Suara.com - China masih meminta AS menurunkan tarif sebagai bagian dari perjanjian fase satu. Akibatnya, negosiasi perdagangan antara dua ekonomi terbesar di dunia makin berlarut-larut.
"Perang dagang dimulai dengan menambahkan tarif, dan harus diakhiri dengan membatalkan tarif tambahan ini. Ini adalah kondisi penting bagi kedua belah pihak untuk mencapai kesepakatan, kata juru bicara Kementerian Perdagangan China Gao Feng pada konferensi pers mingguan, sebagaimana lansiran laman cnbc.com Jumat (15/11/2019).
"Jika kedua belah pihak mencapai perjanjian fase satu, tingkat pengembalian tarif sepenuhnya akan mencerminkan pentingnya perjanjian fase satu," kata Gao, mencatat delegasi perdagangan kedua negara sedang dalam konsultasi mendalam tentang topik ini.
Ketegangan perdagangan antara AS dan China telah berlangsung selama lebih dari setahun, dengan masing-masing negara mengenakan tarif barang senilai miliaran dolar dari yang lain.
Baca Juga: Presiden Serahkan DIPA Kemensos 2020 Sebesar Rp 62,7 Triliun
Sekarang, kedua negara sedang dalam proses menyegel apa yang disebut kesepakatan "fase satu" untuk mengatasi beberapa poin ketidaksepakatan.
Presiden China, Xi Jinping dan Presiden AS, Donald Trump diperkirakan akan bertemu pada pertengahan November di KTT Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik di Santiago, tetapi Chili membatalkan acara tersebut pada akhir Oktober karena kerusuhan domestik.
Gao tidak secara khusus menanggapi komentar dari Trump Jumat lalu bahwa ia tidak setuju untuk menghapus tarif pada produk-produk Cina. Juru bicara Kementerian Perdagangan juga tidak secara langsung mengomentari laporan berita bahwa tantangan untuk mencapai kesepakatan perdagangan adalah keengganan China untuk memasukkan jumlah pembelian pertanian AS secara tertulis.
Sementara itu, data dan bukti anekdotal menunjukkan bisnis dari kedua negara telah mencoba berbagai cara untuk mengatasi tarif. Bagi beberapa perusahaan di Amerika, mengalihkan produksi atau sumber impor merupakan pilihan.
"Dari perspektif regional, kami telah melihat peningkatan besar-besaran dalam ekspor yang ditujukan ke AS dari pasar seperti Vietnam dan Taiwan," Nick Marro, pemimpin perdagangan global di The Economist Intelligence Unit, mengatakan dalam emailnya Kamis.
Baca Juga: Partai Gelora Diminta Tak Acak-acak PKS, Fahri Hamzah: Bayar Utang!
"Namun, tidak mungkin bahwa ekonomi mana pun memiliki kapasitas produksi yang ada untuk sepenuhnya menjelaskan cerita itu, yang menunjukkan bahwa pengiriman-kapal mungkin memainkan peran," katanya.