Suara.com - Sejumlah pedagang perlengkapan ojek online (ojol) mengaku tak terima jika pemerintah membatasi penjualan atribut ojol yang dijual secara bebas di masyarakat.
Pembatasan penjualan ini menyusul aksi Rabbial Muslim Nasution yang mengenakan atribut ojol saat melancarkan aksi bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan, Sumatra Utara, Rabu (13/11/2019) kemarin.
Salah satu penjual atribul ojol yang ditemui SUARA.COM di kawasan Kemang Timur, Jakarta Selatan mengakui pembatasan tersebut merupakan keputusan yang tak adil.
"Jangan seperti itu dong (pembatasan) kami ini pedagang kecil, mentang-mentang yang ngebom pakai baju ojol, masa kami yang kena," kata pedagang atribut ojol yang tak mau disebutkan namanya tersebut kepada SUARA.COM, Kamis (14/11/2019).
Baca Juga: Bom Bunuh Diri Medan, Polisi Akan Batasi Penjualan Jaket Grab dan Gojek
Dia pun berbalik bertanya kepada pemerintah yang ingin melarang peredaran atribut ojol tersebut.
"Kalau yang ngebom pakai baju bebas, apakah baju bebas bakal dilarang, semua orang telanjang dong," kata pedagang tersebut.
Dia pun mengaku tidak setuju dengan wacana pemerintah yang ingin membatasi penjualan atribut ojol yang dijual secara bebas, pasalnya hanya ini pekerjaan mereka satu-satunya.
"Kalau dibatasi kami mau kerja apa, cari kerjaan susah, ini saja saya ikut bos digaji satu bulan sekali," katanya.
Diketahui, pemerintah berencana untuk membatasi peredaran atribut ojol yang dijual secara bebas.
Baca Juga: Pengguna GrabWheels Jadi Korban Jiwa, Grab Berikan Pernyataan
Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi mengakui, saat ini jaket ojek online masih dijual bebas baik secara daring (online) maupun luring (offline) di luar perusahaan yang benar-benar menyediakan jaket tersebut.
Sehingga, ada tendensi, kejadian bom di Medan ini sebagai bentuk penyamaran untuk menunjukkan profesi tertentu.