Suara.com - Perusahaan financial techonology atau yang dikenal dengan fintech kian menjamur di Indonesia.
Fintech sendiri memiliki beberapa klasifikasi di antaranya crowdfunding (pembiayaan massal atau berbasis patungan) dan peer to peer (P2P) lending ini diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan, market aggregator, risk, and investment management atau perencanaan keuangan atau payment gateway.
Sejumlah fintech payment pun bersaing di Indonesia seperti GoPay, OVO, Dana, Link Aja dan lainnya.
Para perusahaan fintech payment pun ramai-ramai membakar uang dengan diskon dan cash back kepada para pelangggannya.
Baca Juga: Wujudkan Inklusi Keuangan, Cashwagon Gencar Kenalkan Fintech ke Masyarakat
Mereka rata-rata memberikan cashback dari mulai 15 persen hingga 30 persen.
Head of Corporate Communication Gopay Winny Triswandhi menyebut GoPay telah menjadi uang elektronik terbesar di Indonesia. Namun kata dia, sebagian besar masyarakat Indonesia masih sangat bergantung pada uang tunai.
"Dalam waktu yang sangat singkat ini, GoPay telah menjadi uang elektronik terbesar di Indonesia. Akan tetapi sebagian besar masyarakat Indonesia masih sangat bergantung pada uang tunai," ujar Winny saat dihubungi Suara.com beberapa waktu lalu.
Winny menuturkan bakar duit dengan cara memberikan cashback atau diskon dari Gopay bertujuan untuk memberikan edukasi masyarakat untuk beralih ke non-tunai dan terbiasa dengan kemudahan yang ditawarkan oleh Gopay
"Cashback atau diskon merupakan cara awal untuk edukasi masyarakat Indonesia untuk berpindah ke non-tunai dan pelan-pelan menjadi terbiasa dengan berbagai kemudahan yang kami tawarkan," ucap Winny.
Baca Juga: Awas! Ada 297 Fintech Pinjaman Online Ilegal Bakal Membelit Masyarakat
Tak hanya itu, bakar uang dari Gopay kata Winny juga diharapkan membantu usaha pedagang kecil hingga UMKM.
"Kami juga melihat diskon atau cashback tidak hanya berguna untuk edukasi pengguna, tapi juga membantu rekan usaha kami berkembang. 90 persen dari rekan usaha GoPay merupakan UMKM atau pedagang kecil yang sebelumnya tidak terbiasa menerima pembayaran non-tunai," ucap dia.
Winny meyakini kebiasan non tunai di Indonesia kedepan bisa berlangsung tanpa adanya cashback.
"Namun kami percaya kebiasaan non-tunai ini dapat berlangsung tanpa cashback dengan adanya inovasi yang betul-betul menjawab kebutuhan masyarakat Indonesia," tutur dia.
Sementara itu Head of Corporate Communication Link Aja Putri Dianita mengatakan alasan Link Aja melakukan bakar duit bukanlah strategi utama, melainkan dapat menjadi insentif adopsi bagi masyarakat.
Putri menuturkan Link Aja sebagai fintech payment baru tak memikirkan untung rugi bakar duit, namun lebih kepada mengenalkan kepada masyarakat.
"Jadi kami sekarang sedang memperkaya use case. Jadi pada intinya ini adalah strategi marketing, pure strategi marketing untuk insentif adopsi bukan mikir untung ruginya. Karena kita kan brand baru membangun brand berwarna, menbangun masyarakat mengenal kita, merasa aman memakai kita, merasa nyaman dan itu kan dalam strategi marketing itu kan biasa ya untuk memberikan intensif adopsi berupa diskon cashback," ucap Putri saat dihubungi.
"Kami nggak pernah jadikan diskon atau promo sebagai strategi utama, itu pure intensif adopsi," sambungnya.
Kata Putri, saat ini masyarakat menggunakan dompet digital untuk memburu diskon baik itu di mal, warung makan hingga restoran.
Alasan itulah yang membuat pihaknya melakukan strategi bakar duit atau diskon serta menyesuaikan strategi kebutuhan masyarkat.
"Berbagai promosi juga kami hadirkan melihat fakta di masyarakat. potongan harga salah satu pertimbangan (masyarakat) saat memilih layanan selain kemudahan pemanfaatnya untuk bertransaksi secara non tunai. Namun bagi Link Aja upaya yang esensial itu adalah memperkaya use case nya di seluruh sendi masyarakat. Jadi bagaiman kita membangun use casenya dari pagi sampai malam hari biar ekostemnya holistik," ucap dia.
Banyaknya fintech payment membuat Link Aja sebagai payment baru tetap bersaing di Indonesia.
Pihaknya meyakini perkembangan uang digital di Indonesia belum merata di seluruh Indonesia. Sebab masih didominasi masyarakat yang tinggal di kota-kota besar.
"Jadi sebenarnya Link Aja hadir bukan untuk memenuhi pasar tapi potensial marketnya yang under bank dan unbank masih sangat besar di mana kita, Link Aja menawarkan layanan pembayaran yang berbeda dari produk lain kalau saat ini teman-teman elentronik fokus ke lifestyle terus ke segmen pasar yang menengah ke atas kami fokus pada pemenuhan esensial masyarakat," ucap Putri.
Ia berharap keberadaan Link Aja bukan menambah persaingan, namun memperkaya penawaran pembayaran digital seperti transportasi LRT, pembelian tiket pesawat, pulsa token PLN dan lainnya.
"Jadi kami berharap keberdadaan Link Aja itu bukan nambah ruang persaingan tapi memperkaya offering yang ada karena kita nggak menawarkan layanan hal yang sama, esensial kalau yang lain lifeystyle kita esensial," kata Putri .
Bakar Duit Sebagai Tahap Pengenalan Fintech
Direktur Eksekutif Indef, Enny Sri Hartati menilai strategi bakar duit yang dilakukan para fintech sebagai promosi untuk menarik nasabah menggunakan fintech. Promosi lewat bakar duit juga termasuk promosi yang masih dalam tahap pengenalan.
"Intinya orang pasti akan mengoptimalkan promosi. Karena ini kan masih dalam tahap pengenalan, artinya bagaimana mempunyai daya tarik sosoalisasi dan juga ketertarikan dari nasabh untuk menggunakan fintech. Ini bagian dari langkah langkah tahap promosi pengenalan dan untuk menarik minat masyarakat," kata Enny.
Kata Enny, pelaku bisnis pasti sudah mempertimbangkan strategi dari bakar duit itu sendiri.
"Nggak ada, orang bisnis nggak mempertimbangkan untung rugi pasti apapum yang dilakukan justur untuk mempertimbangkangkan otpimalisasi profit. Cuma optimalisai profit itu kan selalu diitung mana tahap yang investasi mana tahap yang menanam kapan tahapnya menuai. Jadi nggak ada itung-itung untung rugi, ya pasti ada. Cuma kan nanti ada namanya semacem istilah subsisi silang atau masih tahap investasi pasti ada itung-itungnya," tutur Enny.
Kendati demikian, Enny mengimbau agar konsumen juga harus berhati-hati memilih banyaknya fintech yang menjamur dan memberikan diskon kepada pelanggannya. Masyarakat kata Enny juga harus memperhatikan berbagai aspek resiko dan pengetahuan mengenai fintech.
"Jadi kalau masyarakat berhati-hati , apa tugas pemerintah? Tugas pemerintah menyiapkan infrastrukturnya insfrastruktur bisa regulasi, bisa pengawasan untuk menjamin agar praktek strategi bisnis dari pelaku usaha itu tidak berdampak pada kerugian konsumen dan kedua tidak menimbulkan distorsi dalam perekonomian," kata Enny.
"Karena kalau terjadi persaingan yang tidak sehat dan sebagainya itu nanti next time akan menghambat minat orang untuk investasi karena tidak ada kepastian regulasi, nggak ada kepastian iklim usaha nah itu yang harusls dijaga betul oleh regulator," sambungnya.
Ramai-ramai Pilih Dompet Digital Karena Banyak Promo Diskon
Banyaknya dompet digital membuat masyarakat kini beralih ke non tunai. Disamping mempermudah transaksi juga masyarakat mendapatkan diskon ketika berbelanja.
Sebagian masyarakat meyakini uang yang disimpan akan aman. Seperti yang dirasakan Alan Faisal salah seorang pegawai di salah satu di Bank Jakarta
"Saya pakai dompet digital karena saya yakin uang saya aman," ucap Alan.
Alan mengaku saat ini sudah mengurangi uang tunai.
Selain banyak mendapatkan promo, juga lebih mudah dan cepat melakukan transaksi.
"Sekarang transaksi harian saya yakni uang di dompet 40 persen dan uang di dompet digital 60 persen," kata Alan.
Hal yang senada dikatakan Raiza Andini, pegawai swasta di Pondok Aren. Menurutnya menggunakan dompet digital banyak kemudahan untuk bertransaksi. Selain itu kata dia juga banyak promo-promo yang didapat.
"Saya sekarang sudah beralih ke dompet digital. Karena lebih mudah transaksi, nggak ribet dan juga banyak promo-promonya," ucap gadis yang akrab disapa Maemunah.
Sapto Andika, karyawan swasta di Jakarta Selatan menyebut alasan menggunakan dompet digital untuk memudahkan pembayaran.
"Memudahkan pembayaran aja sih. Sekarang banyak merchant yang menyediakan opsi pembayaran nontunai. Dan banyak promo," kata Sapto.
Meski sudah beralih, dirinya tetap memberikan porsi dengan membawa uang cash.
"Belum sepenuhnya. Porsi cash tetap ada terutama untuk pembayaran di warung-warung kecil, beli di pasar, atau keperluan darurat lain," tutur dia
Direktur Eksekutif Indef, Enny Sri Hartati menyebut perubahan perilaku masyarakat yang beralih ke dompet digital karena sudah memasuki era digital.
"Itu sebuah kenicsayaan.Jadi kalau dulu kemana mana pakai jalan kaki sekarang nggak zaman itu keniscayaaan kan eranya ada berbagai sarana transporatasi. Jadi kalau masalah perubahan sudah keniscayaan eranya. Eranya digital dan intinya secara umum dan konsumen bagaimana dia memaksimalkan utility pemanfaatannya kalau dia (masyarakat) lebih efisien menguntungkan dengan masuk digital dia akan pilih," tandasnya.