Startup yang didirikan koperasi itu melahirkan sejumlah aplikasi. Inkubator bisnis start up ini dibangun dalam dua tahun belakangan.
Firdaus Putra Aditama, Chief Operating Officer (COO) Kopkun Group kepada Suara.com mengutarakan, pengembangan dan inovasi koperasi mereka mengacu konsep Rhenald Kasali, pakar bisnis sekaligus dosen ekonomi Universitas Indonesia, tentang bekerja dengan dua tangan.
Ketika tangan kiri bekerja, tangan kanan juga bekerja secara bersamaan. Analogi tangan kiri misalnya adalah mengembangkan koperasi konvensional modern. Sementara tangan kanan dianalogikan sebagai upaya mengembangkan koperasi melalui bisnis start up.
Sebab, bisa jadi bisnis konvensional yang sekarang akan memasuki masa senjakala dan beberapa usaha start up bisa tumbuh. Kedua pola bisnis itu mereka jalani dan kembangkan.
Baca Juga: Pengembangan e-koperasi Berbasis Android
Meskipun awal mula membangun bisnis start up gagal, mereka terus belajar lebih dalam dan akhirnya mulai berkembang hingga mampu membuat inkubator.
“Jadi dulu kami memahami start up hanya sebatas aplikasi. Ternyata start up itu basisnya bukan aplikasi. Start up itu basisnya adalah bagaimana model bisnis tersebut inovatif, barulah kemudian dikembangkan menjadi aplikasi,” kata Firdaus.
Saat mereka mendirikan lembaga inkubator, SDM yang memiliki talenta digital mulai bergabung, seiring proses literasi yang berjalan cukup panjang.
Kemudian, beberapa bulan berjalan, mereka mulai menciptakan aplikasi–aplikasi dan seterusnya. Tahun pertama mereka mendirikan tiga start up, tahun kedua lahirlah lima start up.
Start up-start up yang diinkubasi oleh Kopkun misalnya Beceer.com yakni aplikasi belanja pasar, dan BookCircle.id, yaitu aplikasi untuk meminjam atau sewa buku.
Baca Juga: Naik 'Motor Koperasi', Ojol Akui Lebih Gacor Sampai Asapi Skutik 150 cc
Selanjutnya, Sewaa.in yang merupakan aplikasi penyewaan barang. Misalnya, orang yang punya barang tidak terpakai bisa disewakan melalui aplikasi ini.