Ubi Jalar Karanganyar Untung Besar dan Ekspor ke Korea

Senin, 21 Oktober 2019 | 10:19 WIB
Ubi Jalar Karanganyar Untung Besar dan Ekspor ke Korea
Ilustrasi ubi jalar di di Desa Karanglo, Kecamatan Tawangmangu, Jawa Tengah. (Dok : Kementan)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kementerian Pertanian (Kementan) mendukung upaya pemerintah Kabupaten Karanganyar mengembangkan produksi ubi jalar di Tawangmangu, Jawa Tengah, yang merupakan destinasi pariwisata. Petani di Tawangmangu memproduksi ubi jalar sebagai makanan ringan yang lezat untuk cemilan pengunjung wisata, hingga diekspor ke Korea.

Hal ini terungkap dalam kunjungan Kerja Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi ke Kabupaten Karanganyar, Jumat (18/10/2019), saat meninjau usaha tani ubi jalar di Desa Karanglo, Kecamatan Tawangmangu.

Suwandi mengatakan, ubi jalar sebagai pangan alternatif mulai dilirik sebagai usaha tani yang menguntungkan. Kementan sangat mendukung apa yang dilakukan petani di Tawangmangu.

"Mari kita manfaatkan pangan lokal. Pangan lokal itu punya nilai gizi tinggi. Tinggal bagaimana kita bisa mengolahnya supaya ada nilai tambah dan sudah ekspor ke Korea," ujarnya.

Baca Juga: Atasi Stunting, Kementan dan FAO Garap Program Obor Pangan Lestari

Sugiarto, petani ubi jalar menceritakan hasil panen ubi jalar 40 ton per hektare, dengan harga jual Rp 3 ribu per kilogram. Kini penerimaannya kurang lebih Rp 120 juta.

"Biaya produksi sekitar Rp 40 juta, jadi untung Rp 80 juta selama periode 6 bulan," tuturnya.

"Usaha tani ubi jalar di daerah ini menjanjikan sekali, karena karena rata-rata pendapatan petani per bulan bisa Rp 12 juta," tambah Sugiarto.

Wagimin, Koordinator penyuluh pertanian Kecamatan Tawangmangu menyebutkan, varietas yang diusahakan petani di sini biasanya manohara dan ubi Jepang, karena selama ini laku di pasaran. Usaha tani ubi jalar ini tumpang sari dengan bunga kol dan cabai. Waktu panen bunga kol 58 hari setelah tanam.

"Dengan produksi bunga kol 16 ton dan harga jual Rp 10 ribu per kilogram, hasil dari bunga kol bisa menutupi biaya untuk ubi jalar," bebernya.

Baca Juga: Kementan Ingatkan Semua Pihak untuk Mewaspadai Benih Bawang Putih Oplosan

Selain mengunjungi lokasi panen, Suwandi bersama rombongannya ikut melihat usaha pengolahan ubi jalar menjadi produk keripik dan kremes.

Suyatno, pengusaha yang berkecimpung di usaha ubi jalar mengatakan keperluan bahan baku ubi jalar segar sekitar 15 ton per hari.

"Sebanyak itu dipakai untuk 29 pengusaha pengolahan ubi jalar, yang produknya yang dipasarkan ke Jakarta, daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur," ungkapnya.

Kunjungan berikutnya ke usahanya Widodo, pemilik CV Makmur Abadi Jaya, di Desa Puntuk Rejo, Kecamatan Ngargoyoso, yang puluhan tahun menjadi eksportir olahan ubi jalar dalam bentuk stik.

Widodo menjelaskan, produknya 100 persen diekspor ke Korea, sekitar 1.800 ton per tahun. Suplai bahan bakunya berasal dari petani ubi jalar di wilayahnya.

Pasokan dari petani lancar dan harga bagus, buktinya sudah rutin masuk Korea.

"Usaha pengolahannya mampu membuka lapangan pekerjaan. Ada tenaga kerja warga sini cukup banyak, sekitar 60 orang," sebutnya.

Di tempat yang sama, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar, Supramnaryo berharap, akan meningkatkan pembinaan ke petani ubi jalar untuk memperluas areal saat ini, yaitu 1.000 hektare, sekaligus meningkatkan produktivitasnya. Saat ini produktivitas sekitar 40 sampai 45 ton dan umur panen 6 bulan.

"Harga ubi di petani Rp 3.000 sampai 3.500 per kilogram dan bila diolah menjadi keripik Rp 18.500 per kilogram, dengan perbandingan 3 kilogram ubi menjadi 1 kilogram keripik," jelasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI