Suara.com - Pemerintah mendorong relaksasi keterlibatan swasta atau asing dalam pengelolaan bandar udara di Tanah Air menyusul rencana revisi Daftar Negatif Investasi (DNI).
Menanggapi wacana tersebut, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan tujuan dari DNI bisnis bandara tersebut ingin membuka peluang investasi yang sebesar-besarnya kepada publik.
"Jadi kita ini ingin evaluasi agar investasi, segala hal yang menghambat investasi dan ekspor sedang kita lakukan," katanya saat ditemui di Hotel Westin Jakarta pada Kamis (17/10/2019).
Meski begitu, kata Budi, aturan tersebut belum final, karena masih harus digodok lebih lanjut. Terlebih, aturan tersebut terganjal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang hanya mengizinkan badan usaha nasional yang boleh mengoperasikan bandara.
Baca Juga: Kemenhub: 3 Bandara Dikelola AP I dan AP II, Salah Satunya di Papua
"Dalam konsep yang kita godok tinggal dikeluarkan. Ada namanya omnibus law, bagaimana penyederhanaan peraturan itu dilakukan lebih lugas," katanya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pemerintah saat ini sedang mengkaji ulang DNI.
"Kita malah sedang mereview lagi sebenarnya, karna nanti kita liat apa saja yang perlu diubah dan nantinya. Jangan sekarang ditanya," kata Darmin.
Dia juga menambahkan, revisi tersebut dilakukan karena adanya masukan dari beberapa pihak yang memang keberatan akan DNI yang sudah di finalisasi Juli 2019 lalu tersebut.
"Karena kalau yang dimasukan lagi itu karna ada keberatan dari beberapa pihak," katanya.
Baca Juga: Bandara Radin Inten II Resmi Dikelola AP II, Menhub: Negara Hemat Rp 100 M
Mengutip situs BKPM, DNI adalah daftar sektor bisnis yang disusun pemerintah sebagai informasi bagi para calon investor tentang bisnis yang tidak diperbolehkan di Indonesia dan berbagai aturannya, terutama mengenai kepemilikan bersama.