Suara.com - Pengamat ekonomi Faisal Basri menilai kasus pidana korupsi Tender PLN-PT Trans Pacific Petrochemical Indotama atau TPPI yang menjerat Mantan Direktur Utama PT PLN Nur Pamudji justru menguntungkan negara.
Faisal mengatakan keuntungan tersebut dalam hal penghematan anggaran sebesar 33,4 persen atau senilai Rp 524,1 miliar dari total target Rp 1,57 triliun.
"Justru negara diuntungkan dan keuntungannya luar biasa akibat langkah-langkah terobosan yang dilakukan oleh PLN pada waktu itu zaman Nur Pamudji," kata Faisal dalam diskusi di kawasan Kuningan, Jakarta, Jumat (4/10/2019).
Dalam hal pengadaan bahan bakar minyak (BBM) yang menjadi pangkal kasus ini, awalnya PLN diminta Kementerian Keuangan untuk menunjuk langsung TPPI atau Tuban Petro dan dijanjikan akan bisa membeli BBM dari TPPI dengan harga yang lebih murah dibanding Pertamina.
Baca Juga: Faisal Basri Heran Dengar Jokowi Mau Buat Kementerian Investasi dan Ekspor
"Tapi kan, dikembalikan ke yang termurah. Jadi, right to match-nya ini bagus sekali dan sama sekali tidak ada (kerugian negara)," kata Faisal.
Namun kata Faisal, PLN menolak dan akhirnya hanya menyetujui pemberian hak khusus kepada produsen dalam negeri (TPPI dan Pertamina), berupa right to match (RTM) dalam tender.
"Jadi, right to match itu bukan gara-gara TPPI wanprestasi, terus dikasih saudara tirinya," kata Faisal.
Selain itu, Faisal juga mengkritisi asumsi hukum dengan delik merugikan keuangan negara, yang dituduhkan kepada Nur Pamudji. Asumsi kerugian negara yang dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu, justru dinilai Faisal sebagai salah satu kelemahan BPK karena justru lebih banyak diisi para politikus.
"BPK itu empat dari lima (pemimpinnya), semua politisi, jadi repot ini. Maka, UU BPK harus dibereskan. Masa DPR milih anggota BPK," ujarnya.
Baca Juga: Faisal Basri Bongkar 4 Proyek Infrastruktur yang Malah Rugikan Negara