Grab Kena Denda Rp 290 Miliar di Negara Asalnya Malaysia

Jum'at, 04 Oktober 2019 | 08:16 WIB
Grab Kena Denda Rp 290 Miliar di Negara Asalnya Malaysia
Ilustrasi hukuman denda. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Aksi merger antara Grab dan Uber yang kontroversial masih berbuntut panjang. Setelah Singapura dan Filipina, Malaysia yang notabene negara asal aplikator transportasi online itu akan menjadi negara ketiga yang menjatuhkan denda ke Grab.

Dikutip dari Reuters Komisi Persaingan Malaysia (MyCC) mengajukan tuntutan dengan ancaman denda senilai 20,5 juta dolar AS atau sekitar Rp 290 miliar atas kasus dugaan monopoli Grab di Malaysia.

Aplikasi layanan transportasi online Grab pada sebuah ponsel dan komputer. [Shutterstock]
Aplikasi layanan transportasi online Grab pada sebuah ponsel dan komputer. [Shutterstock]

MyCC menilai Grab terbukti memberlakukan klausul pembatasan kepada para pengemudi mitranya. Hal itu, menurut MyCC, telah melanggar aturan terkait persaingan usaha yang sehat.

MyCC memutuskan bahwa Grab yang berbasis di Singapura, yang mendapat dukungan dari SoftBank Group Corp di Jepang, telah menyalahgunakan posisi dominannya di pasar dengan mencegah pengendaranya mempromosikan dan menyediakan layanan iklan bagi para pesaingnya.

Baca Juga: Meski Minta Ditunda, KPPU Tetap Akan Sidangkan Kasus Monopoli Grab

"MyCC lebih lanjut mencatat bahwa klausul pembatasan memiliki efek mendistorsi persaingan di pasar terkait yang didasarkan pada platform multi-sisi dengan menciptakan hambatan untuk masuk dan ekspansi bagi pesaing Grab yang ada dan di masa depan," kata Ketua MyCC Iskandar Ismail dalam konferensi persnya, Kamis (3/10/2019).

MyCC juga mengenakan penalti harian sebesar 15.000 ringgit yang dimulai pada hari Kamis selama Grab gagal mengatasi masalah tersebut. Iskandar mengatakan Grab memiliki 30 hari kerja untuk membuat banding ke komisi sebelum keputusan akhir diketok.

Grab mengatakan terkejut dengan keputusan tersebut karena mereka percaya itu adalah praktik umum di dunia bisnis untuk memutuskan ketersediaan dan jenis iklan pihak ketiga pada platform masing-masing, yang dirancang sesuai dengan kebutuhan dan umpan balik konsumen.

"Kami mempertahankan posisi kami bahwa kami telah sepenuhnya mematuhi Undang-Undang Persaingan 2010," kata seorang juru bicara Grab mengatakan kepada Reuters.

Regulator mengatakan tahun lalu bahwa mereka memantau kemungkinan perilaku anti-persaingan Grab setelah perusahaan itu mengakuisisi bisnis saingannya di Asia Tenggara, Uber Technologies Inc pada Maret 2018.

Baca Juga: Keroyok Petugas karena Dilarang Parkir, Dishub Panggil Grab dan GoJek

Akibat aksi merger itu, pada tahun lalu pula, kedua perusahaan itu didenda oleh pengawas anti-monopoli Singapura dan Filipina.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI