Suara.com - Lembaga pemeringkat utang internasional, Moody's Investor Service (Moody's) dalam riset terbarunya mengungkapkan kerentanan perbankan di Indonesia akibat menurunnya kemampuan perusahaan untuk mencicil kembali utang-utangnya atau gagal bayar. Hal tersebut disampaikan dalam rilis yang disampaikan pada Senin (30/9/2019).
Lantaran situasi tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta para perbankan dan korporasi tanah air bersikap hati-hati dalam menjalankan operasi perusahaannya.
"Maka mereka juga harus meningkatkan kehati-hatian dari sisi apakah kegiatan korporasi mereka akan menghasilkan stream revenue yang diharapkan seperti semua karena eksposur mereka terhadap pembiayaan sebelumnya seperti utang tentu juga akan memberikan konsekuensi terhadap biaya yang harus dia keluarkan untuk bisa membayar kewajiban yang telah dia pinjam," kata Sri Mulyani di Kementerian Keuangan, Selasa (1/10/2019).
Sehingga, kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, dalam situasi ekonomi yang penuh dengan ketidakpastian ini, setiap perusahaan harus mulai melakukan efisiensi agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Baca Juga: Utang Pemerintah Posisi Agustus 2019 Bertambah Lagi Rp 76,57 Triliun
"Mereka harus mulai melihat dari sisi efisiensi di dalam sehingga kemampun mereka untuk tetap bisa meng-generate revenue dan biaya makin efisien menyebabkan mereka bisa menghadapi kemungkinan pelemahan tersebut," sarannya.
Diapun menganggap 'alarm' dari laporan Moody's bisa jadi katalis positif bagi para pelaku korporasi dalam menjalankan bisnisnya dalam kondisi yang positif meski situasi global tidak menentu.
"Saya rasa apapun yang disampaikan oleh lembaga-lembaga pemeringkat adalah suatu assesmen dan peringatan yang baik untuk menjadi bahan bagi para pengambil keputusan di tingkat koporasi agar menjadi lebih waspada di lingkungan yang sekarang ini dianggap berubah oleh lembaga-lembaga peringkat tersebut," ucapnya. (Fadil)