Suara.com - Gelaran Indonesia Fintech Summit & Expo 2019 yang baru saja usai menegaskan komitmen pemerintah untuk mencapai target inklusi keuangan 75% pada akhir tahun ini.
Diantara usaha tersebut termasuk membangun ekosistem fintech dan mewadahi berbagai inovasi teknologi di industri yang terus mendisrupsi penggunaan keuangan masyarakat.
Salah satu tren yang diminati belakangan ini adalah pay later, berbagai perusahaan aplikasi besar berlomba-lomba mempromosikan kemudahan untuk fasilitas beli sekarang bayar belakangan yang dapat dipakai untuk travelling, pembelian makanan, transportasi hari-hari hingga banyak produk konsumsi lainnya.
Terkesan memudahkan bagi konsumen, namun jika tidak berhati-hati risiko lilitan utang menanti.
Baca Juga: Fintech Ini Bantu Perempuan Kuasai Pengelolaan Uang di Era Digital
Grant Thornton, organisasi global yang menyediakan jasa assurance, tax, dan advisory merangkum 5 risiko penggunaan pay later yang perlu dipahami sebelum menggunakan pay later.
1. Perilaku konsumtif berlebihan
Tanpa disadari dengan kemudahan untuk beli sekarang bayar belakangan memberikan dorongan impulsif dalam keputusan pembelian yang seringkali justru jatuh kepada barang-barang yang tidak diperlukan, jangan lupa pelaku usaha juga memiliki strategi melakukan promo untuk menghabiskan produk mereka yang tidak terlalu laku.
2. Biaya yang tidak disadari
Masyarakat terutama milenial sangat menyukai kecepatan dan kepraktisan, terkadang mereka tidak memahami berbagai biaya yang langsung aktif disaat mereka menggunakan fitur pay later seperti biaya subscription, biaya cicilan dan biaya lainnya yang dapat berbeda dari tiap aplikasi. Biaya ini seringkali memberatkan disaat tagihan datang.
Baca Juga: Utang Pemerintah Posisi Agustus 2019 Bertambah Lagi Rp 76,57 Triliun
3. Pengaturan keuangan terganggu