Suara.com - Persoalan pangan selalu muncul menjadi isu serius siapapun presidennya, namun tidak mendapat perhatian dan penanganan hingga tuntas. Isu pangan juga selalu menjadi janji politik para kandidat di pemilu, namun setelah menjabat ada tragedi kelaparan, harga melambung, diakhir dnegan hiruk pikuk impor. Membicarakan ketahanan pangan juga sudah dilakukan berulang kali, dari penelitian, kajian, riset, seminar hingga menelorkan banyak teori, namun tetap saja mengulangi masalah-masalah lama.
Carut marut bertambah seru tatkala isu pangan masuk wilayah politik dan bisnis. Banyak pihak ikut bermain mengurus dan keinginan menguasai hulu hingga hilir. Baik pemerintah maupun swasta. Akibatnya, keinginan menjadi negara swasembada pangan pun makin menjauh, ketahanan pangan menjadi wacana.
Mata rantai inilah yang harusnya dipotong. Butuh kemauan politik yang serius dan konsisten untuk memperbaiki, stabilisasi, konsistensi hingga swasembada pangan. “Sudah saatnya perusahaan plat merah bisa memegang kendala produksi hingga distribusi, dari hulu ke hilir, karena selama ini banyak dikuasai pihak swasta. Dan cara paling kuat adalah membentuk Holding BUMN bidang pangan,” kata Direktur Utama PT berdikari Persero, Eko Taufik Wibowo saat bincang dengan sejumlah pimpinan media, pekan ini di Jakarta.
Eko Taufik Wibowo berpendapat, pembentukan holding BUMN bidang pangan harus segera direalisasikan agar perusahaan negara mampu mewujudkan stabilitasi pangan nasional. Bila BUMN pangan ini tidak cepat terkonsolidasi menjadi satu holding, sektor hulu akan semain dikuasai perusahaan asing. “Karena sektor hulu sektor pangan masih dikuasai pihak swasta, ketika terjadi masalah kelangkaan pangan, pemerintah sulit untuk mengintervensi, karena kewenagan terbatas,” kata Eko.
Baca Juga: Subsidi Pupuk Diberikan Pemerintah untuk Dukung Ketahanan Pangan
Saat ini BUMN yang menangani sektor pangan sedikitnya ada delapan BUMN. Perum Bulog, PT Berdikari, PT Sang Hyang Sri (SHS), PT Pertani, PT Perikanan Nusantara (Perinus), PT Garam, PT Perikanan Indonesia (Perindo), hingga PT Bhanda Ghara Reksa (BGR) untuk logistiknya.
Eko menjelaskan setidaknya ada banyak manfaat pembentukan BUMN Holding bidang pangan ini. Minimalkan biaya dengan melakukan sinergi, meningkatkan kapasitas keuangan dan akses dengan berbagai aset dan fungsi bisnis, sinergi bisnis dalam ekspansi distribusi, peningkatan kualitas dengan berbagi pengetahuan, pemanfaatan fasilitas pemerintah, lebih banyak pekerjaan dan kesempatan kerja setelah pertumbuhan ekonomi, hingga meningkatkan standar hidup bagi warga negara melalui suplai makanan, nutrisi dan keterjangkauan sumber pangan.
“Pembentukan BUMN holding bidang pangan ini diharapkan memberikan nilai tambah dengan sinergi, baik keuangan, operasi maupuan kemampuan berbagi sumber daya dan pengetahuan,” kata Eko.
Ia melanjutlkan, tidak mempermasalahkan siapa yang menjadi leader holding pangan ini. “Bisa Bulog, atau siapa saja yang mampu mengelola ini dengan baik. Sudah ada contoh keberhasilan di sektor pertambangan dengan Inalun,” kata dia.
Menurut Eko, dengan pembentukan Holding BUMN sektor pangan, pemerintah akan lebih bisa menjamin ketersediaan berbagai komoditas pangan untuk rakyatnya. Dengan menggabungkan beberapa BUMN yang selama ini bertugas memasok pasar dengan beragam komoditas pangan, Eko yakin mata rantai sektor pangan mulai dari hulu hingga ke hilir akan lebih bisa diandalkan.
Baca Juga: Ketua DPR : Holding dan Super Holding BUMN Perlu Tingkatkan Kinerja
“Hambatan pembentukan holding BUMN bisang pangan ini terutama karena tidak ada political will, belum ada kemauan kuat. Saya yakin ketahanan pangan dengan swasembada akan terwujud bila holding BUMN ini terwujud dengan menselaraskan isu pangan dari hulu sampai hilir. Hnya butuh konsistensi saja, jangan sedikit-sedikit impor,” kata dia.
Eko Taufik Wibowo tidak menampik ada hambatan yang akan selalu ada, karena ada pihak-pihak yang terganggu bisnisnya. Daging, garam, gula selalu impor karena ada kepentingan pemain besar. “Ini yang harus dihentikan dengan kekuatan holding BUMN ini,” katanya.