"Untuk pengawasan di tingkat produsen, secara rutin pemerintah melakukan pemerikasaan label hingga pengawasan peradaran pestisida," katanya.
Sementara itu, Chairman Croplife Indonesia, Kukuh Ambar Waluyo menilai, pemalsuan pestisida merupakan masalah serius. Bahkan menurut Insight Asia, sekitar 26 persen petani Indonesia pernah membeli pestisida palsu.
"Jika total petani Indonesia sebanyak 40 juta orang, maka diperkirakan 10 juta petani pernah membeli pestisda palsu," katanya
Dengan membeli pestisida palsu, menurut Kukuh, petani yang sebelumnya berharap bisa mendapatkan hasil panen bagus, justru mengalami kerugian, dan pada akhirnya tanaman menjadi parah dan tidak panen.
Baca Juga: Kementan Minta Petani Wajib Miliki Kartu Tani, Begini Cara Mendapatkannya
"Tapi kita bisa mencegah pemalsuan pestisida. Bahkan kasus terbaru, kita bisa mengungkap pemalsunya," tegasnya.
Anggota Croflife Indonesia, Mayang Marchiany mengatakan, profit pestisida yang mencapai 6,5 miliar dolar AS merupakan profit yang sangat besar untuk produk palsu dan ilegal, sehingga menarik untuk investor. Apalagi oknum pemalsu tidak perlu susah melakukan pengujian dan registrasi.
"Mereka bisa jualan dan mendapatkan keuntungan bersih," katanya.
Namun di balik itu, menurut Mayang, akibat akan buruk bagi petani dan lingkungan. Petani akan mengalami gagal panen, lingkungan menjadi rusak, musuh alami hama juga akan mati.
"Kita juga tidak bisa memonitor penyebabnya, karen bahan aktif tidak bisa ketahui," katanya.
Baca Juga: Hindari Kelangkaan, Kementan Terus Perbaiki Penanganan Pupuk Bersubsidi
Dengan adanya produk ilegal dan palsu, lanjut Mayang, akan membuat masalah kesehatan pada manusia. Berbeda dengan pestisida yang legal, karena sudah melalui berbagai uji, baik toksikologi, biologi dan uji lainnya.