"Setelah saya tahu niat pemerintah. Saya langsung menyerahkan tanah ini untuk diukur. Apalagi pemerintah itu kan bertindak berdasarkan undang-undang. Saat itu saya merasa bahwa pemerintah ibarat pagar dan kami masyarakat adalah tanaman. Dengan sertifikasi tanah yang diberikan, saya merasa sudah dilindungi," ujarnya.
Akhirnya, Jon mendapat sertifikat tanah dengan luasan satu setengah hektare pada lokasi bekas HGU PT Panggung Guna Ganda Semesta/PT PGGS, yang luasnya mencapai 3.720 hektare, di Kabupaten Kupang yang telah ditetapkan menjadi tanah terlantar dan Tanah Cadangan Umum Negara (TCUN).
"Sekarang tanah sudah ada, sertifikat tanah juga punya. Jadi kalau nanti ada orang yang mengakui tanah ini, saya punya kekuatan hukum," tuturnya.
Dalam kurun waktu sebulan, Jon mampu memanen garam empat kali dengan mendapat 400 karung garam. Di Kupang, satu karung garam dihargai Rp 20 rib, yang menjadi pendapatan Jon. Dalam satu bulan, ia bisa mendapat Rp 8 juta.
"Saya bersyukur, sertifikat tanah bisa jadi suatu modal, karena ekonomi lemah dan pendapatan rendah. Kita petani garam butuh modal Rp 10 juta untuk membenahi tambak garam, makanya saya akan agunkan ke bank. Saya yakin dengan pendapatan yang ada, saya bisa cicil," tutupnya.