Sebagai contoh, bisnis Pos Indonesia yang digeluti hingga saat ini, yaitu kurir logistik dan jasa layanan keuangan, sudah tidak lagi berbasis pada aset dan tidak lagi berbasis pegawai tetap, namun berbasis pada kolaborasi atau bermitra.
“Misalnya pergudangan, model bisnisnya sudah seperti yang diimplementasikan oleh Air BnB, sementara itu dari sisi transportasi sudah diimplementasikan oleh Grab dan Gojek. Artinya, bisnis model yang dilakukan oleh Pos Indonesia adalah bisnis model yang sudah terlanjur salah, jika dilihat dari paradigm saat ini atau hari esok. Ini harus diakui sangat berat!” kata Gilarsi.
Kemudian dari sisi jasa layanan keuangan, lanjut Gilarsi, Pos Indonesia di masa lalu dibesarkan berbasis legacy model, dimana bank pun belum hadir masa itu. Sebut saja Wesel!
Transformasi yang dilakukan di masa lalu hanya berkutat pada hal yang itu-itu saja. Tidak pernah bertransformasi untuk mengantisipasi kehadiran teknologi yang sama sekali berbeda seperti saat ini.
Baca Juga: Hadapi Revolusi Industri 4.0 Pos Indonesia Siap Ganti Model Bisnis Lama
“Bayangkan start up digital, tentunya berpikir dengan cara yang berbeda dengan legacy model seperti Pos Indonesia. Hal-hal seperti inilah yang harus diakui Pos Indonesia, berpikir realistis menghadapi perubahan tersebut,” tambah Gilarsi.
Bagaimana sisi optimisme Pos Indonesia?
Gilarsi mengatakan, walaupun bisnis sangat digital sentris, namun ia yakin masih ada kepentingan pada footprint, yang mana ini menjadi keunggulan bagi Pos Indonesia bila mampu mengoptimalkan secara inovatif.
“Footprint bisa menjadi keunggulan bagi Pos Indonesia, atau sebagai the only partner yang sangat relevan bagi para digital players,” ujarnya.
Untuk meraih optimisme tersebut, Pos Indonesia membutuhkan skill set yang sangat berbeda. Di usia yang ke-273 tahun, Gilarsi berharap dari sisi internal, Pos Indonesia mampu mempersiapkan skill set yang betul-betul siap untuk masa depan perusahaan, sehingga lebih matang dalam menangkap dan mengadapi perubahan di masa mendatang.
“Ini menjadi bagian dari strategi transformasi Pos Indonesia,” imbuh Gilarsi.
Baca Juga: Model Bisnis PT Pos Indonesia Ketinggalan Zaman, KemenBUMN: Kita Ubah
Gilarsi mengaku tidak mudah dengan 28 ribuan sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki, namun mereka hanya terlatih dengan skill set lama. Namun dengan rekrutmen yang baru, Pos Indonesia memastikan dapat membekalinya dengan skill set baru yang jauh lebih memahami kebutuhan Pos Indonesia saat ini dan untuk kebutuhan Indonesia di masa depan.