Kementan juga telah menyiapkan dasar hukum yang digunakan untuk pendaftaran pupuk dan pembenah tanah di Indonesia, seperti Permentan 36 tahun 2017 untuk pupuk anorganik dan Permentan No. 01/2019 untuk Pupuk Organik, Pupuk hayati dan Pembenah Tanah.
“Untuk melindungi petani, persyaratan utama yang harus dipenuhi adalah uji mutu dan uji efektivitas sesuai dengan jenis pupuk yang didaftarkan,” imbuhnya.
Sementara itu, Direktur Pupuk dan Pestisida, Ditjen Prasatana dan Sarana Pertanian, Kementan, Muhrizal Sarwani mengatakan, alokasi pupuk subsidi tahun ini berdasarkan pada Permentan No. 47/2018 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Tahun 2019.
Menurutnya, Permentan tersebut berbasis pada luas baku lahan pertanian Badan Pertanahan Nasional (BPN) 2018. Jika dibandingkan dengan luas baku lahan pertanian BPN pada 2013, maka secara nasional akan terjadi kekurangan alokasi pupuk sebanyak 676.000 ton.
Baca Juga: Kementan dan PUPR Bahu-Membahu Antisipasi Dampak Kekeringan
“Kekurangan alokasi ini kita anggap stok, karena dalam DIPA tahun 2019, alokasi pupuk subsidi itu sebesar 9,5 juta ton,” tegasnya.
Dia menambahkan, sejauh ini, penyaluran pupuk subsidi berjalan lancar dan tidak terjadi kelangkaan pupuk.
Realiasi penyaluran pupuk subsidi hingga 31 Juli 2019, Urea sudah terealiasi 2,2 juta ton (594 persen) dari alokasi setahun 3.825.000 ton; SP-36 dari alokasi sebanyak 779.000 ton sudah terserap sebanyak 536,3 ribu ton (68,8 persen).
Sedangkan untuk pupuk ZA, dari alokasi 996.000 ton sudah tersalurkan 561,6 ribu ton (56,4 persen); NPK alokasi sebanyak 2.326.000 ton sudah terealisasi sebanyak 1,5 juta ton (65 persen); dan pupuk organik alokasi 948.000 ton sudah tersalurkan 440,9 ribu ton (46,5 persen).
Baca Juga: Kementan : Musim Kemarau Jadi Momentum Tepat Ajak Petani Asuransikan Sawah