Saat program KSP masuk, diakui ibu tiga anak itu, masyarakat tak langsung percaya dengan apa yang disampaikan oleh perwakilan PT PIP. Namun, ketika hasilnya mulai nampak, barulah masyarakat mulai antusias untuk mengikuti pelatihan.
Fabianatini mulai menanam sayur-sayuran di atas lahan seluas 10x10 meter persegi. Tanpa membakar lahan, sayuran yang ditanam Fabianatini tumbuh dengan subur dengan dibantu pupuk alami yang didapatnya dari hasil pelatihan.
"Saya tanam timun, bayam, kangkung, terong. Pernah sekali panen dapat uang Rp 2 juta, biasanya panen seminggu sekali," ucapnya.
Sama halnya dengan Fransiscusnyangga (48) yang juga menanam sayuran. Berbeda dengan Fabianatini, Fransiscus terlebih dahulu membuka lahan garapan dengan cara membakar lahan.
Baca Juga: Jokowi dan Mahathir Bersatu Hadapi Diskriminasi Sawit Uni Eropa
Namun, cara membakar yang dilakukan Fransiscus sesuai dengan cara adat. Dimana pada saat dilakukan pembakaran lahan tak mengenai lahan orang lain.
"Ada denda adat kalau bakar kena lahan orang," ucapnya.
Selain itu, lahan yang dibakar pun diakui Fransiscus tidak dalam jumlah besar dan langsung dilakukan pemadaman.
"Kami tidak menampik kalau ingin menggarap lahan pasti membakarnya dulu, kalau tidak kami tidak sanggup gambutnya," tutur Fransiscus.
Setelah adanya pembekalan dari PT PIP akan bahaya pembakaran lahan, baik Fabianatini dan Fransiscus maupun masyarakat sekitar memutuskan untuk tidak melakukan pembakaran lahan lagi.
Baca Juga: Cangkang Sawit Indonesia Bakal Penuhi Kebutuhan Energi Terbarukan Dunia
Bahkan kelompok tani ini berpesan kepada para petani lainnya di Kalimantan Barat untuk turut menjaga lingkungan agar tidak terjadi kebakaran hutan. Petikannya ada di dalam bagian video di bawah ini.