Jokowi dan Mahathir Bersatu Hadapi Diskriminasi Sawit Uni Eropa

Ririn Indriani Suara.Com
Sabtu, 10 Agustus 2019 | 05:49 WIB
Jokowi dan Mahathir Bersatu Hadapi Diskriminasi Sawit Uni Eropa
Presiden Jokowi disopiri PM Malaysia, Mahathir Mohamad dalam sebuah mobil Proton di Kuala Lumpur, Malaysia, Jumat (9/8/2019). [Twitter/jokowi]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad sepakat bersatu menghadapi diskriminasi produk kelapa sawit kedua negara bertetangga tersebut oleh Uni Eropa.

Rilis Biro Pers dan Media Setpres di Jakarta, Sabtu, menyebutkan kesepakatan tersebut dicapai dalam kunjungan resmi Presiden Joko Widodo di Malaysia.

Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana mengakhiri kunjungannya ke Malaysia sejak Kamis (8/8/2019), setelah bertemu dengan Perdana Menteri Mahathir dan melakukan sejumlah kegiatan lain hingga Jumat siang (9/8/2019).

Dalam kunjungannya ini, Kepala Negara melakukan pertemuan bilateral dengan PM Mahathir dan membahas sejumlah hal.

Baca Juga: Jokowi Belum Dilantik, Gerindra Bantah Telah Bahas Pilpres 2024 ke Megawati

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang ikut bersama Presiden dalam kunjungan resmi ini menerangkan bahwa kedua pemimpin berbicara dan membahas beberapa hal.

Pembicaraan keduanya meliputi pendidikan bagi para anak dari WNI dan tenaga kerja Indonesia yang berada di Malaysia, komitmen untuk bersatu melawan diskriminasi produk kelapa sawit kedua negara, dan upaya mengintensifkan negosiasi penyelesaian masalah perbatasan.

"Tadi pagi sampai siang Presiden berada di Kuala Lumpur dan telah melakukan pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Malaysia. Beberapa hal yang dibahas Presiden dan Perdana Menteri Malaysia antara lain diskusi mengenai masalah community learning center (CLC)," ujar Retno di Hotel Ritz Carlton Millenia, Singapura, setibanya di negara tersebut, Jumat (9/8/2019), dilansir Antara.

Sejauh ini Indonesia telah memiliki beberapa CLC di wilayah Sabah dan Serawak, namun, untuk wilayah Semenanjung Malaysia, hingga saat ini masih belum terdapat CLC yang sangat penting bagi perkembangan pendidikan anak-anak Indonesia yang berada di Malaysia.

Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo meminta bantuan PM Mahathir agar dapat membangun CLC di kawasan tersebut.

Baca Juga: Gabung Jokowi atau Tidak, Prabowo Ingin Perjuangkan Pasal 33 UUD 1945

"Isu ini sudah mulai dibahas oleh Presiden dan Perdana Menteri Malaysia sejak beberapa waktu yang lalu dan tadi pada saat pertemuan Presiden mengatakan bahwa Perdana Menteri Malaysia memberikan komitmen untuk memperhatikan permintaan Indonesia," ucapnya.

Kemudian, dalam kesepakatan berikutnya, Presiden Jokowi dan PM Mahathir juga sepakat untuk bersatu dalam menghadapi diskriminasi produk kelapa sawit kedua negara oleh Uni Eropa.

"Kedua pemimpin memiliki komitmen yang tinggi untuk meneruskan perlawanan terhadap diskriminasi sawit," tutur Retno.

Retno menjelaskan, Indonesia dan Malaysia memiliki komitmen tinggi dalam isu pengolahan dan pengelolaan sawit yang berkelanjutan.

Indonesia juga telah memiliki sertifikasi sawit dan data-data ilmiah yang dapat dipakai untuk perbandingan.

ASEAN dan Uni Eropa telah sepakat membentuk working group on palm oil.

Indonesia menilai bahwa persamaan persepsi mengenai kerangka kerja WG tersebut penting untuk dilakukan.

Tanpa persamaan persepsi dikhawatirkan working group (WG) tidak akan membuahkan hasil yang diharapkan.

"Jadi, pendekatan kita adalah pendekatan yang terbuka. Mari kita bekerja sama. Tapi ya sekali lagi, kalau ajakan kerja sama itu tidak dan terus menerus kita terdiskriminasi ya pastinya Indonesia dan Malaysia tidak akan diam. Kita akan melawan," ucapnya.

Selain itu, keduanya juga bersepakat untuk mengintensifkan pembicaraan dan negosiasi seputar masalah perbatasan kedua negara.

Pembahasan soal perbatasan tersebut meliputi perbatasan di laut maupun darat.

"Sebagaimana teman-teman ketahui, kita memiliki perbatasan yang cukup banyak dengan Malaysia baik perbatasan darat maupun perbatasan laut dan kedua pemimpin sepakat untuk mengintensifkan negosiasi baik untuk darat maupun laut sehingga dapat menghasilkan kemajuan," ujar Retno.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI