Menteri BUMN Rini Soemarno dan PLN Dituntut Ganti Rugi Rp 40 Triliun

Iwan Supriyatna | Ria Rizki Nirmala Sari
Menteri BUMN Rini Soemarno dan PLN Dituntut Ganti Rugi Rp 40 Triliun
Plt Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sripeni Inten Cahyani menyampaikan keterangan kepada wartawan usai bertemu dengan pimpinan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (6/8). [ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari]

Dirut PLN mestinya melakukan ganti rugi bukan kompensasi.

Suara.com - Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Rakyat Indonesia (LKHBI RI) akan mendaftarkan gugatan Class Action dengan tergugat PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Menteri BUMN Rini Soemarno ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (9/8/2019) pagi. PLN dan Menteri Rini akan dituntut ganti rugi Rp 40 triliun.

Perwakilan dari LKHBI RI, Mulkan Let-Let menjelaskan, Plt Direktur Utama (Dirut) PLN Sripeni Inten Cahyani mengatakan akan memberikan kompensasi pengurangan tagihan listrik untuk pelanggan yang terdampak atas pemadaman listrik pada 4 dan 5 Agustus lalu.

Plt Direktur Utama PT PLN (persero) Sripeni Inten Cahyani di DPR RI. (Suara.com/Novian).
Plt Direktur Utama PT PLN (persero) Sripeni Inten Cahyani di DPR RI. (Suara.com/Novian).

Pembayaran kompensasi itu disebut Sripeni sesuai dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 27 Tahun 2017 Tentang Tingkat Mutu Pelayanan dan Biaya Yang Terkiat Dengan Penyaluran Tenaga Listrik PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero). Di luar Permen ESDM itu, Dirut PLN tidak membayar ganti rugi.

Mulkan beranggapan, bahwa apa yang disampaikan oleh Sripeni justru keliru. Pasalnya, beban hukum yang mestinya dihadapi Sripeni bukan hanya ESDM Nomor 27 Tahun 2017 namun juga Pasal 29 ayat 1 UU Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan, Pasal 19 UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 1365 KUHPerdata (Perbuatan Melawan Hukum).

Baca Juga: Di Electricity Connect 2024, Komut PLN Jabarkan Strategi Jitu Tarik Investasi Hijau untuk Transisi Energi

Maka dari itu Mulkan menyimpulkan bahwa Dirut PLN mestinya melakukan ganti rugi bukan kompensasi.

"Seharusnya pertanggungjawaban PLN bukan memberikan kompensasi tetapi memberikan ganti rugi," kata Mulkan kepada Suara.com, Jumat (9/8/2019).

Gugatan tersebut berawal pada saat PLN memadamkan listrik pada 4 dan 5 Agustus lalu untuk wilayah Jabodetabek, Jawa Barat dan sebagian wilayah Jawa Tengah telah memberikan kerugian bagi masyarakat.

Banyak bisnis yang dijalani oleh masyarakat menelan kerugian seperti industri kuliner, bengkel, konveksi dan juga bisnis yang lain.

Bukan hanya itu, fasilitas umum juga turut lumpuh seperti transportasi umum berbasis listrik yakni Moda Raya Terpadu (MRT) atau Commuter Line, ATM, pelayanan tol, jaringan komunikasi hingga lampu pengatur lalu lintas yang tidak berfungsi.

Baca Juga: PLN Gelar Bazar UMKM di Sarinah, Suguhkan Pesona Timur Indonesia

Selain itu saat pemadaman listrik yang terjadi selama lebih dari 10 jam, telah terjadi kebakaran di beberapa titik di wilayah DKI Jakarta. Dari kebakaran itu setidaknya ada korban luka-luka dan meninggal dunia.

Sebagai contoh, satu warga meninggal dunia akibat kebakaran yang terjadi saat pemadaman listrik di kawasan Jalan Menteng Atas, Setiabudi, Jakarta Selatan pada Minggu (4/8/2019) lalu.

"Bahkan patut diduga melanggar Pasal 359 KUHP (mengenai perbuatan yang mengakibatkan orang lain meninggal)," tandasnya.