Suara.com - Pemerintah Daerah Provinsi (Pemdaprov) Jawa Barat (Jabar), melalui Dinas Perkebunan Jabar, menggelar "West Java Bandung Tea Festival (WJBTF) 2019" di Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Jumat (2/8/2019) dan Sabtu (3/8/20).
Selain memamerkan produk teh untuk konsumsi, produk olahan teh lainnya seperti sabun hingga pewangi ruangan, dihadirkan dalam acara tersebut. WJBTF juga menjadi ajang promosi teh asli Jabar kepada masyarakat.
Jabar sendiri adalah provinsi penghasil teh terbesar di Indonesia, yang mendominasi 70 persen produksi nasional. Di dunia, produksi teh Indonesia per tahun mencapai 139.362 ton dan berada di peringkat ketujuh.
Gubernur Jabar, Ridwan Kamil atau kerap disapa RK, mendorong masyarakat untuk meningkatkan konsumsi teh dan menjadikan minum teh sebagai bagian dari gaya hidup.
Baca Juga: Ridwan Kamil : Inggris dan Swedia akan Berinvestasi di Jabar
Di Eropa pun, RK mengatakan, perkembangan teh menunjukkan tren positif. Untuk mendorong industri teh Jabar, RK tak segan menawarkan dirinya untuk mempromosikan teh Jabar ke dunia.
"Saya menawarkan diri jadi sales industri teh Jawa Barat, karena setelah keliling Eropa ternyata teh sedang naik trennya, maka di Indonesia perlu mengoptimalkan peluang," ucap RK.
Dia juga menyarankan, agar pegiat teh tak ragu untuk merekrut branding consultant. Menurutnya, keberadaan konsultan sangat penting terkait upaya mempopulerkan teh, khususnya di kalangan milenial, sehingga marketing produk-produk teh asli Jabar bisa optimal.
"Masalahnya cuma satu, kurang semangat populerkan teh. Negara-negara lain ada tea house. Pesan saya, kalau teh mau bangkit, semua di sini kompak, rekrut konsultan branding. Jangan dipikir konsultan itu buang-buang uang, itu penting," kata RK.
RK menuturkan, salah satu varian teh asal Jabar yakni white tea, yang diminati oleh segmen masyarakat tertentu di Eropa, dengan harga yang mahal.
Baca Juga: Merengek ke Jokowi dan Ridwan Kamil, Pria Ini Tangisi Kondisi Ciliwung
"Teh Jabar yang white tea ternyata segmen tertentu di Eropa dihargai mahal sekali, 800 ribu per kilogram. Hanya masalah ilmu marketing saja," tutur RK.