Suara.com - PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) mengakui laba bersih yang diraih pada kuartal I 2019 murni karena kinerja operasional. Salah satunya, yakni menaikkan tarif rata-rata tiket pesawat pada periode tersebut.
Untuk diketahui, pada kuartal 1 2019, emiten berkode GIAA ini mencatatkan laba USD 19,73 juta. Hasil ini lebih baik dari laba periode sama tahun 2018 yang mengalami kerugian USD 64,27 juta.
"Secara bertahap kami menaikkan harga rata-rata dan menggenjot produksi. Kuartal satu untung USD 19,7 juta. Ini murni dari operasional, kondisi Garuda dengan model bisnis baru," kata Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Fuad Rizal di Kantor Pusat Garuda Indonesia, Kawasan Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang, Jumat (26/7/2019).
Kendati demikian, Fuad tak memerinci berapa kenaikan tarif rata-rata tiket pesawat oleh maskapai. Akan tetapi, ia mengklaim maskapai tak melanggar tarif batas atas yang telah ditentukan Kementerian Perhubungan.
Baca Juga: Terungkap! Ternyata Garuda Indonesia Bukan Untung, Tapi Rugi Rp 2,4 Triliun
"Harga, sejak direksi ditunjuk September, kami enggak pernah melanggar batas atas. harga Garuda dan Citilink sesuai koridor batas atas dan bawah yang ditetapkan pemerintah," tutur dia.
Fuad menambahkan, laba yang diraih maskapai juga karena program efesiensi biaya. Dia menerangkan, struktur biaya operasional mulai dari biaya sewa pesawat hingga biaya bahan bakar dilakukan efesiensi.
"Efisiensi biaya, cost structure untuk garuda 30 persen sewa pesawat, 30 persen fuel, 30 persen maintenance. Leasing kita perpanjang sewa pesawat. Biaya fuel walau dari januari kenaikan 20 persen, tapi fuel kami optimalkan produktivitas. Kami enggak lagi menggeber utilisasi tapi menggeber dengan demand.”