Suara.com - Ekonom Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengimbau PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) (KBN) harus hargai kontrak awal yang disepakati.
Salah satunya kontrak pembangunan Pelabuhan Marunda dengan Investor. Pasalnya, sambungnya, bisa merugikan pihak swasta jika tak sesuai dengan kontrak.
"Kalau investor lain melihatnya, wah kalau saya investasi di Indonesia nanti tiba-tiba dalam jangka panjang, mungkin kontrak saya enggak dihargai lagi, kan jadi dirugikan swasta," katanya saat ditemui di Hotel Le Meredien, Jakarta, Selasa (23/7/2019).
Heri menuturkan, KBN dinilai ini tak menepati janji pada kontrak awal dengan PT Karya Tekhnik Utama (KTU) dalam kepemilikan saham di anak usahanya PT Karya Citra Nusantara (KCN). Maka dari itu, menurut dia harus ada solusi dengan polemik ini.
Baca Juga: Komisi VI: KBN Jangan Merusak Cita-Cita Jokowi Genjot Investasi
"Engak boleh lagi kejadian kayak seperti ini ke depan, oleh sebab itu harus ada solusi yang seharusnya enggak dibawa ke ranah hukum," imbuhnya.
Heri mengharapkan, tak hanya kedua pihak tersebut yang menyelesaikan, tetapi KementeriN BUMN dan Perhubungan juga ikut penyelesaian sengketa.
"Harus ada jalan terbaiknya, intinya apapun keputusannya menjadi win-win solution bagi kedua belah pihak," ucapnya.
Untuk diketahui, KBN dan KTU membentuk anak perusahaan PT KCN dengan porsi kepemilikan saham KBN 15 persen (Goodwill) yang tidak akan terdelusi dan KTU 85 persen.
Seiring berjalannya waktu, KBN meminta revisi komposisi saham yang akhirnya disepakati menjadi 50:50, namun KBN tak mampu menyetor modal hingga batas waktu yang ditentukan karena ternyata tidak diizinkan oleh Kementerian BUMN sebagai pemilik saham KBN dan juga Dewan Komisaris PT KBN.
Baca Juga: Dongkrak Kinerja, KBN Diminta Kembali Jalani Bisnis Sewa Tempat dan Lahan