Suara.com - Pemerintah Indonesia dan Turki sepakat mempererat kerja sama bidang ketenagakerjaan dengan memperbaharui Memorandum of Understanding (MoU) bidang ketenagakerjaan, yang telah berakhir 2013. Hal ini merupakan tindaklanjut pertemuan bilateral Presiden Joko Widodo dengan Presiden Turki, H.E. Mr. Recep Tayyip Erdogan, di sela-sela pertemuan KTT G20, di Osaka Jepang, beberapa waktu lalu.
"Tujuan courtessy call adalah untuk berdiskusi tentang kerja sama yang telah terjalin dengan pemerintah Turki, terutama pembahasan kembali mengenai MoU yang telah berakhir. Pembaharuan MoU diperlukan untuk memperluas aktifitas kerja sama di bidang ketenagakerjaan, yang masih belum terakomodir dalam lingkup kerja sama MoU RI-Turki sebelumnya," kata Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), M. Hanif Dhakiri, saat menerima Courtessy Call Minister of Family, Labour and Social Services Turki H.E. Zehra Zumrut Selcuk, Jakarta, Senin (22/7/2019).
Beberapa area kerja sama yang dibahas antara lain terkait dengan pelatihan vokasi, jaminan sosial untuk pekerja migran, penelitian ketenagakerjaan, dan peningkatan upaya-upaya pencapaian kerja layak.
"Dalam pertemuan bilateral antara Erdogan dan presiden, disebutlah kerja sama bilateral bidang-bidang teknis, termasuk bidang ketenagakerjaan yang harus diupayakan segera terwujud," kata Hanif.
Baca Juga: AWS Beri Pelatihan Cloud Computing bagi 400 Instruktur BLK Kemnaker
Dengan mempertimbangkan jumlah pekerja migran Indonesia (PMI) yang cukup besar jumlahnya di Turki, maka diperlukan peningkatan kerja sama di bidang penempatan dan perlindungan di Turki. Berdasarkan sektor usaha pada 2017 - Juni 2019, ada 2.473 orang pekerja Indonesia di Turki.
"Pembentukan kerja sama ini merupakan upaya pemerintah RI dalam rangka memperluas penempatan tenaga kerja terampil Indonesia di sektor formal, sehingga pekerja migran Indonesia dapat menembus pasar kerja di kawasan Eropa," kata Hanif.
Selain itu, dalam courtessy call tersebut, Menteri Tenaga Kerja Turki mengapresiasi kinerja pemerintah Indonesia dalam mengurangi pengangguran di Indonesia. Menaker mempromosikan pendekatan yang dipakai pemerintah Indonesia mengenai hal tersebut.
"Pertama, kebijakan pemerintah Indonesia dengan membuka investasi sebesar-besarnya. Kedua, dampak dari pembangunan infrastruktur, banyak menyerap tenaga kerja. Ketiga, dana desa yang mana kebijakan presiden ini untuk membangun pedesaaan, sehingga penyerapan tenaga kerja baik," kata Hanif.
Menaker menambahkan, pemerintah Indonesia juga memfasilitasi digital ekonomi dengan memberikan fasilitas kemudahan pajak, perbankan dan lain-lain, sehingga e-commerce tumbuh pesat dan menyerap tenaga kerja.
Baca Juga: Kemnaker Tingkatkan Kualitas SDM melalui Pendidikan Vokasi
Sebagai negara dengan penduduk Islam yang besar dan aktif dalam berbagai forum multilateral seperti G20, Organisasi Kerja Sama Negara-Negara Islam (OKI) dan lain lain, Menaker minta Menaker Turki untuk tidak hanya membahas aging people di G20, tapi juga fokus pada negara yang mengalami bonus demografis seperti Indonesia.
"Saya minta Menaker Turki untuk bersama-sama aktif menyuarakan pentingnya pemberdayaan pemuda yang akan menjadi kelompok besar di populasi Indonesia, melalui pelatihan-pelatihan vokasi dan peningkatan kesempatan untuk masuk dunia kerja," kata Hanif.
Sementara itu, Kepala Biro Kerja Sama Luar Negeri Kemnaker, Indah Anggoro Putri menegaskan, akan banyak manfaat yang akan timbul jika MoU ini terwujud untuk Indonesia.
"Setelah MoU ditandatangani, akan ada beberapa hal yang akan dikerjakan, yaitu pembentukan tim teknis. Mereka akan membahas mengenai seberapa besar kemungkinan cakupan layanan BPJS bagi pekerja migran Indonesia, kemudian peneliti Puslitbang Kemnaker akan ke Turki, meningkatkan kapasitas penelitian ketenagakerjaan sehingga hasilnya bisa mendukung ketenagakerjaan ke depannya," kata Putri.