Suara.com - Untuk dapat dapat mengidentifikasi kendala dan strategi pelaksanaan kegiatan Ditjen PSP 2019, Kementerian Pertanian (Kementan) mengadakan Konsolidasi Hasil Pembangunan Prasarana dan Sarana Pertanian Semester I TA. 2019, yang dibuka oleh Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Sarwo Edhy. Kegiatan tersebut dihadiri Direktur Lingkup Ditjen PSP, Tim Pelaporan dan SPI lingkup Ditjen PSP, di Alana Hotel and Convention Center, Solo, Jawa Tengah, pada 17 – 19 Juli 2019.
"Ditjen PSP selaku pemerintah pusat dan dinas lingkup pertanian, selaku pelaksana teknis di daerah, diharapkan dapat mengidentifikasi kendala dan strategi pelaksanaan kegiatan Ditjen PSP 2019, agar dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien," kata Sarwo, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Narasumber kegiatan ini antara lain dari Sekretaris Direktorat Jenderal PSP, Inspektur Jenderal Kementan, Kepala Badan Narkotika Nasional BNNP Jawa Tengah, Direktur Perluasan dan Perlindungan Lahan, Direktur Pupuk dan Pestisida, Direktur Alat dan Mesin Pertanian, dan Kasubdit Pemberdayaan Permodalan dan Asuransi Pertanian Direktorat Pembiayaan Pertanian.
Peserta yang hadir adalah para kepala dinas pertanian dan kepala bidang PSP, atau yang mewakili dari 33 provinsi (92 satker daerah).
Baca Juga: Tingkatkan Hasil Tani, Kementan Minta Kabupaten Landak Lakukan Pemetaan
Tahun ini, Ditjen PSP akan melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan lingkup Ditjen PSP per semester. Evaluasi Semester I dilakukan pada Juli 2019, evaluasi Semester II akan dilakukan pada November atau Desember 2019.
"Evaluasi ini merupakan bentuk pengawalan dan antisipasi dini atau early warning, sehingga kegiatan dapat dilaksanakan sesuai dengan rambu-rambu yang telah ditetapkan, sekaligus menjadi salah satu bahan pertimbangan bagi kami dalam perencanaan penganggaran di TA 2019," tambah Sarwo.
Menurutnya, proses pelaksanaan kegiatan Ditjen PSP mengalami banyak tantangan dan kendala, baik dari sisi penganggaran, seperti realokasi anggaran, kendala administrasi dan teknis pelaksanaan kegiatan, maupun aspek lainnya, seperti pergantian atau rotasi pejabat di daerah.
"Hal-hal tersebut berdampak pada penundaan atau terhambatnya pelaksanaan kegiatan secara keseluruhan," ucapnya.
Sarwo mengimbau seluruh satker Ditjen PSP agar lebih intensif, fokus, dan bekerja lebih giat untuk menyelesaikan kegiatan-kegiatan Ditjen PSP, yang sampai saat ini belum menunjukkan perkembangan yang baik.
Baca Juga: Kementan: Petani yang Gagal Panen karena Kekeringan Bisa Ganti Rugi
"Semua harus meningkatkan kinerja dan sinergi, agar semua program bisa terlaksana dengan baik," katanya.
Dia mengungkapkan, Inspektorat Jenderal Kementan, melalui Inspektorat II melaksanakan persiapan perumusan kebijakan teknis, pelaksanaan pengawasan intern terhadap kinerja, dan keuangan pada unit organisasi di lingkungan Ditjen PSP.
"Salah satunya, evaluasi SAKIP Ditjen PSP Tahun 2018, yang memperoleh predikat BB, dengan total poin 73,10 atau meningkat 0,2 poin dibandingkan tahun sebelumnya. Kegiatan #SERASI juga telah dievaluasi oleh inspektorat, dimana menghasilkan sejumlah poin," terangnya.
Adapun poin yang menjadi perhatian antara lain, kegiatan di provinsi dan kabupaten yang dinilai belum cermat dan pembuatan SID yang dilakukan di tahun berjalan, membuat pekerjaan terhambat.
Capaian Ditjen PSP per 16 Juli 2019, realisasi anggaran masih 20 persen dari total anggaran Rp 4,927 triliun, yang mana besar pencairan anggaran baru mencapai Rp 0,985 triliun. Berdasarkan jenis kewenangan, kinerja Dana Tugas Pembantuan mencapai 29,23 persen (Rp 819,464 miliar dari Rp 2,803 triliun).
Dana Tugas Dekonsentrasi baru mencapai 1,47 persen (Rp 20,789 miliar dari 72,627 miliar) dan Dana Pusat mencapai 7,09 persen (Rp 145,475 miliar dari Rp 2,051 triliun).
Keuangan satker dekonsentrasi terendah yang realisasinya dibawah 10 persen adalah Provinsi Papua. Keuangan satker TP pertanian tanaman pangan terendah, yang realisasinya berada di rentang 10 - 25 persen, antara lain Provinsi Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Selatan, Riau, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Utara.
Sedangkan satker TP Perkebunan dan Peternakan terendah, yang realisasinya di bawah 10 persen adalah Provinsi Kalimantan Barat dan Jawa Timur.
"Kondisi kinerja anggaran ini masih lebih rendah, jika dibandingkan dengan capaian pada bulan yang sama pada tahun sebelumnya, sehingga kita masih membutuhkan perhatian dan semangat yang lebih besar untuk meningkatkan capaian kinerja anggaran secara keseluruhan," tuturnya.
Sementara itu, aspek pengelolaan air untuk irigasi pertanian menunjukkan capaian kinerja anggaran yang menggembirakan. Adapun dari total anggaran Rp 312,998 miliar, pemanfaatan anggaran sampai saat ini sudah mencapai Rp 207,950 miliar (66,44 persen).
Kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi merupakan kegiatan yang tertinggi dalam pencairan anggaran, yaitu 82,85 persen (Rp 132,56 miliar dari total Rp 160,007 miliar).
Selanjutnya adalah kegiatan bangunan konservasi air dan antisipasi anomali iklim sebesar 61,37 persen (Rp 29,45 miliar dari total Rp 48,000 miliar), dan pengembangan sumber air (pompanisasi/ perpipaan) sebesar 54,84 persen (Rp 37,285 miliar dari total Rp 67,99 miliar).
"Wilayah yang memperoleh alokasi kegiatan RJIT atau Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier, yang realisasi fisiknya kurang dari 10 persen adalah Provinsi Papua, Kalimantan Timur, dan Sumatera Utara. Sedangkan Provinsi Banten dan Kalimantan Utara, belum ada realisasi fisiknya sama sekali," sebutnya.
Untuk kegiatan embung, perpompaan, dan perpipaan, realisasi fisik terkecil berada pada kegiatan embung dengan realisasi fisik baru mencapai 21 persen, dari target 400 unit embung.
"Dimohon untuk Provinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, banten, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, dan Papua, untuk mempercepat progress kegiatan fisiknya dikarenakan belum ada realisasi fisiknya," imbau Sarwo.