Petani Boyolali Antisipasi Kekeringan dengan Sumur Pantek dan Sumur Dalam

Jum'at, 19 Juli 2019 | 08:13 WIB
Petani Boyolali Antisipasi Kekeringan dengan Sumur Pantek dan Sumur Dalam
Sejumlah daerah di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, berpotensi mengalami kekeringan ekstrem pada dasarian II Juli 2019. (Dok : Kementan)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah Daerah (Pemda) Boyolali mengantisipasi dampak kekeringan dengan sumur pantek dan sumur dalam. Musim kemarau tahun ini datang lebih awal, yaitu April dan dampaknya sudah dirasakan petani di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah (Jateng).

"Kami sudah ada beberapa solusi, agar petani bisa menanam di musim kemarau tahun ini. Petani bisa memanfaatkan sumur patek dan sumur dalam yang sudah disiapkan di sejumlah kecamatan. Padi yang ditanam pun harus tahan kekeringan, seperti jenis Cibagendit," kata Kepala Bidang Tanaman Pangan, Dinas Pertanian Kabupaten Boyolali, Supardi.

Ia mengimbau petani agar memanfaatkan pompa air, kalau di daerahnya memang ada potensi sumber air yang bisa dimanfaatkan untuk tanam padi atau palawija, di musim kemarau tahun ini.

"Kalau ada waduk, airnya bisa disedot, seperti Waduk Cengklik. Airnya bisa dimanfatakan untuk mengairi sawah di sejumlah kecamatan, seperti di Nagasari. Bahkan, air Waduk Cengklik ini masih bisa dimanfaatkan untuk mengisi Waduk Tirtoyoso di Solo," papar Supardi.

Baca Juga: Kementan: Petani yang Gagal Panen karena Kekeringan Bisa Ganti Rugi

Menurutnya, sumur pantek yang kedalamannya 20 meter, sudah disiapkan di setiap kawasan pertanian. Begitu juga sumur dalam, yaitu 200 meter, juga sudah disiapkan di sejumlah kawasan pertanian di Kecamatan Nagasari, Simo, dan Sambi.

"Pada tahun 2018, kami sudah siapkan pompa air di 19 kecamatan sebanyak 131 unit. Dan pada 2019, ada tambahan pompa air dari provinsi sebanyak 11 unit," ujar Supardi.

Supardi juga mengatakan, sumur pompa yang disiapkan tersebut diharapkan mampu membantu petani mengantisipasi musim kemarau tahun ini.

"Jauh-jauh hari kami sudah lakukan antisipasi. Kami juga berharap segera turun hujan, supaya dampak kekeringan tahun ini tak bertambah luas," ujarnya.

Boyolali Terdampak Kekeringan Sejak Juni
Supardi menuturkan, dari sekitar 22 ribu hektare lahan pertanian di Boyolali, per Juni 2019 sudah seluas 1.305 hektare yang terdampak kekeringan. Sekitar 16 hektare terdampak kekeringan ringan, 350 hektare kekeringan berat, dan seluas 939 hektare puso, atau sama sekali tak bisa ditanami.

Baca Juga: Musim Kemarau Ekstrem, Kementan Buat Posko Mitigasi Kekeringan

"Agar tak menambah lahan pertanian yang puso, kami imbau petani supaya tak menanam padi, bila memang sumber airnya sudah tak memungkinkan," kata Supardi.

Menurutnya, belum lama ini tim Kementan sudah turun langsung ke sejumlah lokasi yang mengalami kekeringan di Boyolali. Mereka melihat kondisi meluasnya kekeringan yang melanda sejumlah lahan pertanian di Boyolali.

Sejumlah daerah yang mengalami kekeringan berat umumnya berada di Boyolali bagian Utara, yaitu di Kecamatan Kemusu, Ngandong, Klego, Simo, dan Wonosegoro. Bahkan, di sejumlah daerah (kecamatan), terkena puso.

Kondisi ini kebanyakan berada di Boyolali bagian utara, seperti di wilayah Kecamatan Sambi, Klego, dan Karanggede .

"Sejumlah kecamatan di Boyolali bagian utara ini tadah hujan. Meskipun lokasi sejumlah kecamatan di Boyolali bagian utara dekat dengan Waduk Kedung Ombo, tapi irigasinya tak sampai di sejumlah kecamatan tersebut," papar Supardi.

Sejumlah kecamatan di Boyolali yang mengalami kekeringan ringan umumnya berada di Boyolali bagian selatan, yaitu Kecamatan Ngemplak, Mojosongo, Sawit, Banyudono, Ngemplak, dan Nogosari.

Sementara itu, Direktur Jenderal Prasarana Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy mengatakan, pemasangan pompa dan pipanisasi dipilih, agar tidak ada lahan pertanian yang gagal panen dan untuk meminimalisasikan kerugian petani. 

"Kekeringan tanaman padi di Boyolali ini disebabkan oleh kondisi iklim, dimana musim kemarau maju, masa tanam mundur," katanya.

Selama tiga tahun, atau tepatnya sejak 2016 hingga 2019, irigasi perpompaan untuk tanaman pangan telah dibangun sebanyak 2.358 unit. Sementara untuk kebutuhan tanaman hortikultura dan peternakan masing-masing telah dibangun 429 unit dan 322 unit.

Sarwo Edhy mengatakan, dampak pembangunan irigasi perpompaan untuk mendukung tanaman pangan diharapkan dapat meningkatkan indeks pertanaman (IP) 0,5.

Dari 2.358 unit irigasi perpompaan yang telah dibangun, bila masing-masing unit dapat mengairi 10 hektare, maka luas lahan yang dapat diairi saat musim kemarau dapat mencapai 47,16 ribu hektare.

"Bila peningkatan IP 0,5 dapat dicapai, maka akan didapat penambahan luas tanam seluas 29.780 hektare. Dampak selanjutnya, diperoleh peningkatan produksi sebanyak 154.850 ton," jelas Sarwo Edhy.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI