Kasus Ekspor Ikan di Makassar Diduga Terindikasi Pencucian Uang

Selasa, 09 Juli 2019 | 13:43 WIB
Kasus Ekspor Ikan di Makassar Diduga Terindikasi Pencucian Uang
Ilustrasi ekspor ikan. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tiga perusahaan pengemasan barang di Makassar, Sulawesi Selatan, mengaku kaget saat dibebani pajak ekspor yang tidak mereka lakukan. Ketiga perusahaan tersebut adalah CV Marine 33, CV Rezky Bahari, dan CV Putri Laut Biru, yang mengaku dirugikan oleh salah satu perusahaan pengekspor ikan terbesar di Indonesia Timur, PT Suryagita Nusaraya (SN).

Ketiga perusahaan pengemas barang itu mengaku tidak melakukan aktivitas ekspor ikan.

"Selama ini, PT SN menggunakan perusahaan kami untuk mengekspor barang ke beberapa negara, tapi dia tak menyetorkan pajak eksportir, sehingga beban pajak diarahkan ke perusahaan kami yang sama sekali tak pernah beraktivitas demikian," kata Aris Titti, Wakil Direktur CV. Marine 33, Sulsel, Selasa (9/7/2019).

Aris menambahkan, kerja sama antara Marine 33 dengan PT SN hanya dalam bentuk pengemasan barang (packing), sehingga dia mengaku terkejut, setelah perusahaannya memperoleh surat teguran dari kantor pajak atas tunggakan pajak eksportir ikan yang dilakukan oleh PT SN.

Baca Juga: Sulawesi Selatan dan Tengah Paling Marak Investasi Bodong

"PT SN hanya membayarkan upah jasa packing barang (UPI) saja ke kami, sebesar Rp 500 per kilogram. Semua transaksi pengiriman barang ke luar negeri dilakukan oleh PT SN selaku eksportir, dan semua barang berupa ikan yang dikirim PT SN itu yang kami tahu, diambil dari beberapa pengumpul," terang Aris.

Terkait hal tersebut, CV Marine 33 telah berupaya berkomunikasi dengan PT SN atas adanya tunggakan pajak eksportir barang sebesar Rp 1,6 miliar, yang terhitung sejak 2016. Namun PT SN, kata Aris, hingga saat ini tidak kooperatif.

"Kami yakin, PT SN memalsukan data dalam mengisi draf pemberitahuan ekspor ikan. Kami heran, data perusahaan kami didaftarkan sebagai perusahan pengekspor barang, sementara kami tidak menjalankan aktivitas yang dimaksud," beber Aris.

Sementara itu, hal yang sama juga dipaparkan Firmansyah, Direktur CV Rezky Bahari dan CV Putri Laut Biru. Kedua perusahaannya tersebut, kata dia, diam-diam digunakan oleh PT SN dalam kegiatan eksportir barang berupa ikan ke sejumlah negara di Asia, diantaranya Hongkong, Jepang dan Arab Saudi.

"Kami kaget setelah surat teguran kantor pajak muncul, yang mana kami dibebankan aktivitas eksportir barang yang tidak kami lakukan," katanya.

Baca Juga: Februari 2018, Ekspor Ikan dan Udang dari Bali Meningkat 56,84%

Firmansyah mengakui, selama ini perusahaannya sangat mempercayai PT SN, namun diam-diam kepercayaan tersebut akhirnya hilang, setelah mengetahui aksi perusahaan tersebut yang dianggapnya sebagai penipuan.

"Kami akan bawa kasus ini ke ranah hukum. Kami tak terima ditipu oleh PT SN dengan membebankan pajak eksportir barang yang jumlahnya bisa mencapai ratusan miliar. PT SN, kami duga melakukan modus penipuan untuk menghindari pajak kegiatan eksportir barang yang telah ia lakukan selama ini," tandas Firmansyah.

Secara terpisah, Manajer Area Kawasan Timur Indonesia Kantor PT SN Cabang Makassar, Herybertus Dewanto mengatakan, pihaknya tidak berwenang menjawab klarifikasi permasalahan yang dituduhkan ketiga perusahaan itu. Hal tersebut menurutnya merupakan wewenang kantor pusat.

"Intinya, ketiga perusahaan, yaitu CV Marine 33, CV Rezky Bahari dan CV Putri Laut Biru telah memberikan kuasa untuk melakukan kegiatan eksportir barang berupa ikan. Mereka telah menerima dana untuk penyetoran pajak eksportir yang dipungut dari masyarakat pengumpul. Kami ada bukti transferannya," terangnya via telepon, Sulsel, Selasa (9/7/2019).

Diduga Penuhi Unsur Tindak Pidana Pencucian Uang
Sementara itu, pengacara Jermias Rarsina, yang didampingi Yohana Galenta, selaku tim kuasa hukum CV Marine 33, CV Rezky Bahari, dan CV Putri Laut Biru, mengatakan, PT SN dalam kegiatan bisnis korporasinya diduga telah memenuhi unsur dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Hal tersebut dilakukan dengan mengisi dokumen pengiriman barang ekspor, yang memosisikan CV Marine 33, CV Rezky Bahari, dan CV Putri Laut Biru selaku eksportir, padahal fakta, perusahaan yang melakukan kegiatan ekspor adalah PT SN.

"Akibatnya, harta kekayaan yang diperoleh dari bisnis ekspor berupa ikan segar telah memberi keuntungan besar kepada PT SN, namun untuk urusan pajak eksportir bagi negara telah disembunyikan," jelas Jermias.

Perbuatan tersebut, kata dia, mengakibatkan pajak eksportir lenyap dari tangan PT SN, sedangkan bisnis ekspornya tetap kelihatan berjalan secara sah dan resmi.

"Padahal omzet dan keuntungan yang diterimanya melalui dugaan tindak pidana di bidang perpajakan, jelas merugikan keuangan atau ekonomi negara," bebernya.

Di sisi lain, lanjut Jermias, klien mereka merasa tertipu karena seharusnya kewajiban membayar pajak ekspor tidak ada atau bukan kewajiban mereka.

"Namun pada kenyataannya, pelaporan dokumen ekspor barang oleh PT SN membuat dan menyebut klien kami selaku eksportir. Hal ini merupakan modus operandi pemalsuan dokumen untuk menghindari kewajiban membayar pajak ekspor oleh PT SN, selaku eksportir," papar Jermias.

Jermias menilai, transaksi keuangan dalam bisnis korporasi PT SN menjadi sumber harta kekayaan yang diperoleh dari omzet atau keuntungan melalui kegiatan ekspor yang dilakukan perusahaan itu selama bertahun-tahun secara sadar.

Cara perolehan harta kekayaan seperti itu, menurut hukum, kata Jermias, dapat dikategorikan sebagai dugaan TPPU, karena sesuai ketentuan UU TPPU Pasal 2 ayat (1) huruf a s/d z telah memberikan batasan dengan jelas mengenai hasil tindak pidana pencucian uang berupa harta kekayaan yang diperoleh dari berbagai tindak pidana asalnya (predicate crime), dan salah satunya adalah di bidang perpajakan.

Selain itu, lanjut Jermias, dalam peristiwa tersebut, juga ada kasus hukum dugaan kejahatan korupsi, penipuan dan penggelapan.

"Itu akan kami buktikan semuanya dalam proses hukum," tegas Jermias.

Ia berharap, aparat penegakan hukum segera menindaklanjuti kasus hukum ini, karena ada kepentingan hukum negara yang jauh lebih besar dan dominan untuk dilindungi di bidang perpajakan. Menurutnya, jika tindakan PT SN tidak segera dicegah, maka dapat berakibat pada kerugian keuangan atau ekonomi negara bidang perpajakan.



BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI