Suara.com - Tahun 2019 merupakan tahun yang sulit bagi dunia penerbangan dan masyarakat yang kerap menggunakan pesawat untuk bepergian.
Jika dulu ada maskapai yang mengusung slogan all people can fly (semua orang bisa terbang), sejak awal tahun seiring melonjaknya harga tiket pesawat bepergian dengan transportasi udara itu kembali jadi barang mahal.
Sebagai gambaran jika sebelumnya untuk rute Padang-Jakarta menggunakan maskapai berbiaya murah kelas ekonomi cukup membayar Rp 700.000 seseorang bisa terbang, kini paling kurang harus mengeluarkan biaya minimal Rp 1,3 juta baru bisa mendapatkan selembar tiket terbang.
Kenaikan harga tiket pesawat itu juga berdampak pada pemangku kepentingan yang ada di Bandara Internasional Minangkabau di Padang Pariaman, Sumatera Barat.
Baca Juga: Tiket Pesawat Masih Mahal, Menhub Budi Karya: Itu Bukan Urusan Saya
Berdasarkan data yang dihimpun dari PT Angkasa Pura II selaku pengelola Bandara Internasional Minangkabau, kenaikan tiket pesawat sejak awal 2019 menyebabkan penumpang pesawat udara berkurang 20 persen.
Jika sebelumnya rata-rata pergerakan penumpang per hari pada tahun lalu mencapai 11.000 orang dengan 84 penerbangan per hari, hingga April jumlah penumpang paling banyak hanya sekitar 7.000 hingga 8.000 per hari.
Menurut Executive General Manajer PT Angkasa Pura II Bandara Internasional Minangkabau Dwi Ananda Wicaksana, kenaikan harga tiket pesawat tidak hanya berdampak pada penurunan jumlah penumpang, namun juga menyebabkan pendapatan bandara itu menurun drastis hingga sekitar 25 persen dari target yang dicanangkan oleh korporasi.
"Penurunan angka pergerakan tersebut jelas berpengaruh besar terhadap pendapatan Bandara Internasional Minangkabau secara umum," ujarnya.
Pemudik Lebaran
Baca Juga: Tiket Pesawat Mahal Sri Mulyani Pangkas Perjalanan Dinas, ASITA Teriak
Kenaikan harga tiket pesawat tersebut juga berdampak saat mudik Lebaran 2019 yang ditandai dengan penurunan jumlah penumpang yang mudik menggunakan angkutan udara.