Diprotes, 72 Merek Dagang Nyonya Meneer Hanya Dihargai Rp 10 Miliar

Chandra Iswinarno Suara.Com
Rabu, 12 Juni 2019 | 07:05 WIB
Diprotes, 72 Merek Dagang Nyonya Meneer Hanya Dihargai Rp 10 Miliar
Salah satu produk jamu PT Nyonya Meneer. (meneershop.com)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kasus hukum PT Perindustrian Njonja Meneer atau Jamu Nyonya Meneer terus berlarut-larut sejak dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Semarang Jawa Tengah pada 3 Agustus 2017 lalu. Nasib ribuan karyawan yang belum menerima gaji dan pesangon pun ikut terkatung-katung.

Kekinian, untuk menutup kewajiban pembayaran hutang kepada ribuan kreditur (karyawan), Nyonya Meneer melalui kurator melelang 72 item merek dagang (Boedel Pailit) jamu yang sudah berdiri sejak 1919 itu.

Dengan nilai apraisal pada penawaran lelang di KPKNL Semarang senilai Rp 200 miliar. Namun dalam perjalanannya, hanya mampu menembus nilai pada lelang tertinggi pada angka Rp 10,25 miliar. Angka yang ironis bagi sebuah perusahan jamu yang berdiri sudah satu abad.

"Kabar terbaru aset merek 72 item dilelang KPKNL Semarang dengan harga kurang lebih Rp 10,2 miliar. Padahal nilainya Rp 200 miliar," kata Pengacara bekas karyawan Nyonya Meneer, Yeti Ani Etika di Semarang, Selasa (11/6/2019).

Baca Juga: Mantan Bos Nyonya Meneer Gugat Bank karena Rumahnya Dilelang

Kabar tersebut diperoleh Yeti dari salah atau kurator PT Nyonya Meneer bernama Ade Liansah. Ia menyebut jika kurator lainnya, yakni Wahyu Hidayat telah melakukan penjualan di bawah tangan secara notariel, yakni 72 aset tak berwujud berupa merek dagang.

"Jadi dua kurator itu tidak satu suara, kurator Ade Liansah menolak menandatangani penjualan bawah tangan. Kalau posisinya seperti ini tentunya tidak sah, harus dua-duanya yang menandatangani," tutur Yeti.

Yeti juga mengaku telah mendapat surat salinan dari penjualan bawah tangan yang dilakukan Wahyu Hidayat tertanggal 2 Januari 2019, yang tidak disetujui oleh Ade Liansah. Termasuk, salinan surat jika Ade Liansah keberatan dengan penjualan di bawah tangan yang dilakukan partnernya dan meminta pendapat hukum kepada hakim pengawas perkara Nyonya Meneer di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang, tertanggal 3 Januari 2019.

Dalam catatannya, ia mengungkap Nyonya Meneer memiliki hutang kepada kreditur (karyawan) sebesar Rp 160 miliar. Penjualan nilai aset merek dagang di bawah standar tersebut sangat merugikan para mantan karyawan.

"Kalau dijual Rp 10 miliar, lalu misal aset lainnya laku Rp 9 miliar, hanya Rp 19 miliar didapat. Padahal, utangnya ada Rp 160 miliar, lalu karyawan nanti dapat apa? Belum lagi tunggakan pajak," tuturnya.

Baca Juga: Bangkrut, Bos PT Nyonya Meneer Bantah Selewengkan Utang

Penjualan aset merek dagang dibawah standar juga dinilai janggal oleh Yeti, lantaran, dalam surat tembusan kepada Tim Kurator PT Perindustrian Njonja Meneer berupa Surat Kemenkumham Dirjen Kekayaan Intelektual No.HK1.4-UM.01.01-378, tanggal 28 Oktober 2028, perihal informasi terkait merek milik Nyonya Meneer, menyatakan Boedel Pailit dapat diperjualbelikan atau dialihkan haknya kepada pihak lain dengan syarat jangka waktu perlindungan merek-merek terdaftar tersebut masih berlaku dan tidak dalam sengketa di pengadilan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI