Suara.com - Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) periode 2009-2014 Karen Agustiawan menilai, kasus yang menjerat dirinya akan menjadi preseden buruk untuk proses akuisisi minyak dan gas (migas) yang dilakukan oleh perusahaan di Indonesia.
"Ini terus terang akan membuat preseden buruk. Nanti setiap ada sumur yang gagal eksplorasi atau yang tidak berhasil bisa dipidanakan. Ini bola salju sebenarnya, apa ini sengaja Indonesia dibuat pengimpor minyak? Saya tidak tahu." kata Karen Agustiawan seusai menjalani sidang pembacaan tuntutan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat.
Karen Agustiawan dalam perkara ini dituntut 15 tahun penjara dan uang pengganti Rp 284 miliar karena dinilai terbukti mengabaikan prosedur investasi di Pertamina dalam "participating interest" (PI) atas blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009 sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp 568 miliar.
"Kalau kita secara teknis pengeboran eksplorasi di-challange oleh pihak-pihak yang tidak mengerti ini jadi preseden buruk. Saya merasa 25 kali sidang dihadirkan saksi dari Pertamina maupun eksternal tidak mengubah dakwaan awal hingga fakta persidangan," ungkap Karen Agustiawan.
Baca Juga: KPK Selisik Dugaan Korupsi Pertamina Era Karen Agustiawan
Ia pun mengaku akan memberikan pembelaan dalam paparan detail dalam sidang 29 Mei 2019 nanti.
"Mungkin saya harus memberikan paparan 29 Mei detail apa terkait fakta persidangan kalau perlu diputar lagi persidangannya supaya menjadi barang bukti, bahwa persidangan seperti ini," tambah Karen Agustiawan.
Apalagi menurut Karen Agustiawan, salah satu saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat yaitu Komisaris Pertamina saat akusisi dilakukan, Gita Wirjawan, tidak mengetahui cara melakukan akusisi migas.
"Coba komisaris belajar mengenai arti akusisi, akusisi itu adalah proses dimulai 'bidding' sampai penandatangan SPA (sales purchasing agreement) jadi tidak ada akusisi stop di 'bidding'. Ini yang mengatakan seperti itu adalah pihak-pihak yang tidak pernah punya pengalaman akusisi migas. Mungkin akusisi PT bisa tapi akusisi migas tidak seperti itu. Kalau sudah dibilang akusisi itu dari awal, dari 'data room' sampai tanda tangan SPA, jadi tidak ada stop di tengah jalan," jelas Karen Agustiawan.
Ia menilai dalam surat tuntutan jaksa masih banyak yang tidak sesuai fakta persidangan seperti ketiadaan persetujuan komisaris, tidak ada 'due dilligence' dalam sales purchase agreement (SPA) yang sudah terpatahkan dalam persidangan.
Baca Juga: Resmi Ditahan, Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Menangis
"Semua risiko sudah dimitigasi Pertamina sehingga tidak ada kami lakukan sesuatu di luar prosedur. Sudah ada SK no 10, akuisisi hulu dalam negeri dan luar negeri kewenangannya di direktur hulu dan ditandatangani seluruh direksi jadi saya juga bingung kewenangan apa yang saya langgar? Masalah teknis tidak melakukan 'due dilligence', lah sudah ada surat saya ke komisaris terkait cadangan," tegas Karen Agustiawan.