Suara.com - PT Panca Amara Utama (PAU) diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 2 triliun. Hal ini karena tidak melakukan pembayaran biaya konstruksi kepada perusahaan BUMN PT Rekayasa Industri (Rekind) untuk pembangunan proyek Pabrik Amonia Banggai di Kabupaten Luwu, Sulawesi Tengah.
Corporate Secretary dan Legal PT Rekind, Dundi Insan Perlambang mengatakan, selama ini Direktur Eksekutif PAU Vinod Laroya selalu menolak membayar kewajiban tersebut.
"Beberapa kali pertemuan mediasi sudah dilaksanakan antara Rekind dengan Saudara Vinod Laroya," ujar Dundi dalam keterangannya di Jakarta Kamis (23/5/2019).
Dundi mengingatkan, jika tujuan mediasi adalah untuk menyelesaikan persoalan secara baik-baik sehingga tidak perlu mencatut nama orang lain. Dundi menegaskan pihak Rekind tidak ingin memperpanjang persoalan dengan pihak PAU ke jalur hukum.
Baca Juga: Ditarget Beroperasi 2019, Pembangunan Pabrik NPK Dikebut
Pada awalnya, PAU sendiri menjalin kontrak kerja sama dengan sebuah Perusahaan Jepang untuk mengerjakan pembangunan proyek Pabrik Amonia Banggai di Kabupaten Luwu, Sulawesi Tengah. Namun di tengah jalan, Perusahaan Jepang tersebut tidak sanggup melanjutkan proyek dan proyek dilanjutkan oleh Rekind.
Saat pabrik ini telah selesai dibangun dan berproduksi, PAU menolak untuk melakukan pembayaran kepada Rekind dengan dalih karena telah terjadi keterlambatan pekerjaan pembangunan.
Sedangkan, keterlambatan tersebut karena sering terjadi demonstrasi karena komitmen penyelesaian yang tak tuntas antara pihak PAU dengan warga. Lebih lanjut Dundi menjelaskan, jika Vinod Laroya, secara tidak langsung memiliki andil dalam keterlambatan proyek ini.
Menurut Dundi, Vinod Laroya bersama timnya kerap ikut campur dalam proses pengadaan barang dengan mengarahkan pembelian dari India. Padahal dalam isi perjanjian kontrak kerja antara Rekind dan PAU, kontrak ini bersifat lump sum. Jadi, Rekind tidak harus membeli berbagai barang dari India.
"Sebelumnya Rekind tidak pernah membeli mesin dari India. Biasanya kami membeli barang dari Amerika Serikat, Jerman, atau Jepang. Karena harus membeli barang dari India, standar kerja kami (Rekind) menjadi berubah karena kualitas barang sangat jauh berbeda," jelasbya
Baca Juga: Konflik Tanah, Pembangunan Pabrik Semen Indonesia Aceh Terhenti
Rekind sendiri sebelumnya pernah mengingatkan ke PAU bahwa durasi waktu pengerjaan proyek ini terlalu singkat. Namun pihak PAU selalu meyakinkan Rekind jika waktu pekerjaan bisa disesuaikan dengan mudah. Kemudian Rekind juga pernah mengajukan surat permintaan perpanjangan waktu pengerjaan proyek sebanyak tiga kali kepada PAU.