Mendengar Aksi 22 Mei 2019 Ditunggangi 3.000 Jihadis, Investor Akan Kabur?

Senin, 20 Mei 2019 | 15:42 WIB
Mendengar Aksi 22 Mei 2019 Ditunggangi 3.000 Jihadis, Investor Akan Kabur?
Ilustrasi investor. (Sumber: Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Aksi 22 Mei 2019 disebut-sebut bisa memancing pergerakan aksi terorisme. Bertepatan pada tanggal itu pula, diumumkan hasil pemilihan kepala negara.

Lantas bagaimana sikap para investor terkait adanya isu tersebut?

Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menilai, aksi 22 Mei 2019 tak akan terlalu berpengaruh ke sikap investor.

Hans memperkirakan investor tak akan kabur dari Indonesia hanya karena adanya aksi 22 Mei 2019.

Baca Juga: 3.000 Jihadis Dikhawatirkan Akan Tunggangi Aksi 22 Mei 2019, Waspada!

"Iya (enggak akan kabur), kita mikir enggak akan negatif," kata Hans saat dihubungi Suara.com, Senin (20/5/2019).

Apalagi, di lihat dari sejarah Pemilu dan Pilpres tak berakhir rusuh. Sehingga, kepercayaaan investor masih akan tetap terjaga.

"Ya kalau rusuh market terpengaruh, tapi kita lihat Pemilu kita enggak ada yang rusuh," tutur dia.

Sebelumnya, Sofyan Tsauri mantan anggota Al-Qaeda Asia Tenggara mengatakan, terdapat ribuan jihadis di Indonesia yang siap mengikuti aksi 22 mei 2019.

"Diperkirakan ada 3.000 jihadis di Indonesia. Mereka sedang menonton dan menunggu kekacauan. Yang merupakan momen di mana mereka akan menyerang," kata Sofyan Tsauri seperti dilansir dari South China Morning Post.

Baca Juga: Mosul, Kuburan Jihadis-jihadis Asing ISIS

Mantan Teroris dari Jaringan Al Qaeda, Sofyan Tsauri, di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (3/6/2017). [Suara.com/Nikolaus Tolen]
Mantan Teroris dari Jaringan Al Qaeda, Sofyan Tsauri, di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (3/6/2017). [Suara.com/Nikolaus Tolen]

"Sebagai mantan jihadis, aku bisa bilang aku khawatir," Sofyan menambahkan.

Robi Sugara, seorang analis kontraterorisme di Universitas Islam Syarif Hidayatullah mengatakan, setiap kelompok teroris yang ia ajak bicara ingin konflik itu terjadi di Indonesia, karena itu akan membuka pintu jihad.

“Masalah kekacauan dalam pemilihan ini menarik bagi (kelompok teroris) hanya dengan konflik mereka dapat bertaruh untuk membangun sistem (pemerintahan) yang mereka inginkan. Tidak mungkin mencapainya dengan demokrasi,” kata Robi.

Kelompok-kelompok militan Indonesia telah lama berjuang untuk pembentukan kekhalifahan, menolak negara-negara bangsa modern dan sistem pemerintahan demokratis negara yang dinilai merupakan produk buatan bangsa Barat.

Analis terorisme independen Hasibullah Satrawi memaparkan, bahwa hanya melalui perang dan konflik ISIS berhasil mendirikan kekhalifahannya di Irak dan Suriah.

"ISIS tidak mungkin mendirikan pangkalan ketika ada perdamaian di Suriah dan Irak," katanya.

“Demikian juga, militan di Indonesia membutuhkan konflik karena akan memberi mereka ruang untuk beroperasi. Pada saat konflik, akan ada kekosongan keamanan, pemerintahan dan otoritas. [Militan] suka konflik." Hasibullah menambahkan.

Seruan dari kubu Prabowo dan tokoh oposisi seperti Amien Rais seolah menambah bahan bakar menurut Hasibullah.

"Seruan people power menggerakan para militan dan juga membuat mereka bahagia karena mereka merasa bahwa mereka tidak sendirian dalam memerangi pemerintah dan pasukan keamanan," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI