Suara.com - Perang promo membuat kebijakan tarif ojek online (ojol) seolah tidak berlaku. Kekhawatiran itu ikut dirasakan perusahaan aplikator baru yang masuk dalam industri ini.
Salah satunya, yaitu perusahaan aplikator Bonceng. Pihak Bonceng menilai tarif promo bakal membunuh bisnis perusahaan transportasi online.
"Tarif promo besar-besaran pada dasarnya tidak baik untuk mendewasakan pasar. User (konsumen) dimanjakan dengan harga murah sehingga ke depan tidak bagus. Ini akan menjadi predatory pricing yang dampaknya saling membunuh,” ujar CEO Bonceng Faiz Noval, dalam keterangannya, Minggu (19/5/2019).
Menurut Faiz, tarif promo yang gencar dilakukan ojol seperti Grab saat ini, berpotensi besar memicu persaingan tidak sehat di bisnis transportasi online. Jika pemain besar dengan modal kuat saja bisa terdampak, apalagi pelaku berskala usaha lebih kecil.
Baca Juga: Tak Sulit Ditemui, Driver Ojek Online Ini Punya Ciri Khas Unik di Helmnya
Faiz kemudian berharap pemerintah membatasi tarif promo yang dilakukan oleh aplikator.
Intervensi tersebut perlu dilakukan regulator salah satunya supaya penetapan tarif ojol melalui Permenhub Nomor 12 tahun 2019 tetap berfungsi sebagaimana mestinya.
"Pemerintah mesti melihat ini dari sisi aturan. Tarif promo dilakukan untuk membatasi tarif promo pada minimal angka yang telah ditentukan oleh pemerintah. Kalau tidak maka aturan tarif tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya," jelas dia
Faiz beranggapan perang tarif promo secara jor-joran kali ini tak lain hanya sebuah ambisi untuk mendominasi pasar. Ia khawatir jika tarif promo besar-besaran tidak segera diatur maka hanya akan menciptakan monopoli pasar.
"Apabila aksi ini terus dilakukan maka akan saling mematikan. Kalau kompetitor semuanya mati maka hanya akan ada satu pemain yang menguasai pasar sehingga harga tidak bisa dikontrol," tutup Faiz.
Baca Juga: Survei Rised: 75 Persen Pengguna Ojek Online Tolak Tarif Baru