Dengan kondisi demikian, bagaimana agar Pos Indonesia dapat survive dan bahkan lebih relevan untuk kebutuhan-kebutuhan bangsa Indonesia? Artinya dengan disrupsi yang terjadi, Pos Indonesia masih bisa berfungsi sebagai perusahaan yang profitable dengan kinerja yang baik.
Seperti diketahui bahwa driver perubahan pada kurir logistik dan jasa keuangan adalah digital. Artinya, Pos Indonesia harus merelevankan seluruh aspek bisnisnya dengan cara digital.
Sebagai contoh pada kurir dan logistik. Jika di masa lalu, pak pos melakukan sortir surat menggunakan alat yang konvensional (rak sortir), maka hal tersebut sudah ditinggalkan, karena Pos Indonesia harus merelevankan dengan kebutuhan saat ini. Karena yang disortir saat ini bukan lagi surat, melainkan paket.
Dalam hal ini, yang sudah dilakukan Pos Indonesia adalah mengkonversi dari alat sortir konvensional menjadi automatic sorting center menggunakan mesin. Salah satu laboratory milik Pos Indonesia sudah menghasilkan result yang cukup baik, dimana mesin tersebut bisa menghasilkan kurang lebih sebanyak 3.000 parsel per jam.
Baca Juga: Pos Indonesia Raih "Indonesia Digital Innovation Award 2018"
Namun tidak cukup hanya mesin saja untuk merelevansikan dengan kondisi bisnis saat ini, masih banyak hal lain yang harus dilakukan Pos Indonesia untuk mengejar sejumlah ketertinggalan yang telah lebih dulu dibangun oleh kompetitor.
Jika di masa lalu, sender merupakan orang yang mengirim surat atau paket yang lebih bersifat kepada kebutuhan pribadi/individu, bukan bersifat transaksi jual beli barang, dengan quantity atau jumlah surat/barang yang dikirim relatif sedikit.