Suara.com - Saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk anjlok pada perdagangan sesi pertama hari ini. Anjloknya saham berkode GIAA ini setelah perseroan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) kemarin.
Berdasarkan data RTI, saham maskapai pelat merah ini pada pukul 11.40 anjlok 5,20 persen dari harga Rp 500 per lembar saham pada penutupan hari kemarin menjadi Rp 474 per lembar saham.
Lantas apakah anjloknya saham GIAA ini akibat dari hasil RUPST kemarin?
Analis Binaartha Sekuritas, Muhammad Nafan Aji melihat, koreksi pada saham Garuda tak dipengaruhi oleh hasil RUPST kemarin. Menurut Nafan, saham Garuda anjlok akibat dari pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Baca Juga: Dua Komisaris Tak Setuju Laporan Keuangan, Garuda Indonesia Angkat Bicara
"Sebab semua pergerakan harga saham relatif melemah sehingga pergerakan IHSG pun juga ikut melemah," kata dia saat dihubungi, Kamis (25/4/2019).
Nafan memproyeksi, pergerakan saham masih bakal melemah ke level support hingga di harga Rp 450 per lembar saham. Sementara, untuk level resistancenya bisa ke harga Rp 520 per lembar saham.
"Pergerakan harga saham GIAA mulai dari Rp 450 hingga Rp 520 dalam jangka pendek," imbuh Nafan.
Untuk diketahui, dalam RUPST, terdapat dua komisaris yang tak menyetujui laporan keuangan maskapai pelat merah itu.
Dalam surat yang diterima awak media, dua komisaris yang merupakan wakil dari pemegang saham PT Trans Airways dan Fine Gold Resources Ltd, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria tak bersedia menandatangani laporan keuangan maskapai berlogo garuda biru itu.
Baca Juga: RUPST Garuda Indonesia, Satu Posisi Direktur dan Dua Komisaris Dihapus
Kedua komisaris tersebut beralasan bahwa, pendapatan dari kerja sama penyediaan layanan konektivitas di pesawat antara PT Mahata Aero Teknologi dengan PT Citilink Indonesia sebesar 239,94 juta dolar AS tak dapat diakui dalam laporan keuangan tersebut.
Kendati demikian, maskapai pelat merah ini mengganggap keadaan ini hanya masalah perbedaan pendapat.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia, Fuad Rizal menyebut dalam laporan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dimungkinkan bahwa kontrak kerja sama dimasukan ke dalam laporan keuangan.
"Laporan PSAK dimungkinkan untuk 2018 walau belum ada pendapatan yang diterima. Jadi manajemen melihat ini hanya perbedaan pendapat antara Trans Airways dan dengan pemegang saham lainnya," kata Fuad.