Suara.com - Walau belum genap berusia 2 tahun, Koperasi Komunitas Mantan Narapidana Teroris dan Gerakan Aktivis Radikal (Kontantragis) telah siap dengan produk unggulan dan mempeluas pasar. Koperasi yang didirikan di Bandung pada 28 Oktober 2017ini telah menghasilkan kopi, sabun, dan cokelat.
“Kami memproduksi kopi, sabun cuci muka zaitan, sabun pembersih lantai atau karbol dari sereh wangi, hingga cokelat bubuk,” kata Ketua Umum Koperasi Kontantragis, Asep H Arsyad Alsadaad (53), di Garut, Jawa Barat.
Ia mengaku pernah tiga kali berurusan dengan aparat penegak hukum, lantaran tersangkut kasus kekerasan dan terorisme.
Koperasi yang beranggota sekitar 200 mantan napi terorisme dan aktivis gerakan radikal itu memiliki kapasitas produksi untuk kopi, sabun, cokelat dalam jumlah yang masih terbatas. Namun demikian, permintaan dan kebutuhan masyarakat pada barang-barang itu masih sangat besar.
Baca Juga: Pembekalan CPNS, Kemenkop dan UKM: Jangan Hanya Jadi Pengantar Surat
“Kami terkendala keterbatasan modal dan perlu pendampingan serta pelatihan,” katanya, yang juga sempat terjun langsung dalam konflik di Maluku dan Poso.
Ia mencontohkan, untuk memproduksi 5.000 bungkus kopi saja diperlukan modal hingga Rp 60 juta. Koperasinya bekerja sama dengan pesantren-pesantren untuk memasarkan produknya.
Pasarnya semakin berkembang lantaran koperasi itu ditumbuhkan dan dirintis di Kontantragis Sejahtera di Garut, Kontantragis Bahagia di Tasikmalaya, Kontantragis Damai di Cianjur, dan Kontantragis Eureka di Purwokerto. Komunitas itu juga merintis koperasi serupa di Sumedang, Subang, dan Blitar.
Pemberdayaan Ekonomi dengan Koperasi
Terbentuknya Koperasi Kontantragis berawal dari pertemuan Asep dengan Budi, korban pemboman Hotel JW Marriot, Jakarta, beberapa waktu lalu. Budi yang mengalami luka bakar di badannya membuat Asep prihatin.
"Saya mulai berpikir menegakkan (syariat Islam) tidak dengan kekerasan lagi," ujarnya.
Baca Juga: Kemenkop dan UKM : Petani Pengelola Hutan Sebaiknya Bentuk Koperasi
Pertemuan dengan Budi tersebut tidak lain atas jasa Abu Luqman, mantan kombatan Afganistan asal Indonesia, yang mengajaknya menghadiri seminar yang diadakan Prof Sarliro Wirawan terkait terorisme dan radikalime pada 2013, dan di situlah ia dipertemukan dengan Budi, korban JW Marriot.