Suara.com - Sejumlah keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air JT610 menuntut kepastian pembayaran ganti rugi dari maskapai penerbangan berlogo kepala Singa Merah dan Boeing.
Sebab, hingga kekinian, keluarga korban mengakui belum mendapat kepastian mengenai pembayaran ganti rugi.
Hal tersebut diungkapkan oleh Median Agustin, keluarga ahli waris dari Eka Suganda—satu dari 189 korban tewas—dalam kecelakaan Lion Air JT610 pada bulan Oktober 2018. Eka Suganda meninggalkan tiga orang anak yang masih kecil.
Selain itu, turut hadir keluarga korban seperti Dodi Widodo, ayah dari Sendi Johan. Pihaknya mempertanyakan kepastian tanggung jawab dan ganti rugi dari pihak maskapai dan produsen.
Baca Juga: Fadli Zon Luncurkan Buku Kumpulan Puisi Ada Genderuwo di Istana
"Sejujurnya kami bingung, frustrasi dan kecewa terhadap situasi ini. Anggota keluarga kami sudah menjadi korban dengan cara yang mengerikan, tapi tanggungjawab maskapai dan produsen tidak jelas sampai sekarang," ujar Median Agustin, Senin (8/4/2019).
Median menambahkan, keluarga dipaksa untuk menandatangani release and discharge atau R and D untuk pencairan ganti rugi, tapi berisi peraturan yang dianggapnya tak adil. Ia meminta pemerintah turut andil memberikan kepastian hukum.
"Diulur-ulur sangat lama, bahkan terakhir dihadapkan R&D untuk pencairan ganti rugi, kami harus menandatangani, kami diwajibkan melepaskan hak menuntut terhadap Lion Air dan Boeing. Menurut kami itu tidak masuk akal," tambahnya.
Untuk diketahui, Pasal 3 Peraturan Menteri Perhubungan No.77/2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkutan Angkutan Udara menyebutkan, penumpang yang meninggal dunia akibat kecelakaan pesawat udara diberikan ganti rugi sebesar Rp 1,25 miliar.
Tanggung jawab pembayaran uang ganti rugi itu ada pada maskapai penerbangan dan pihak produsen pesawat.
Baca Juga: Polisi Ringkus Tiga Orang Pengedar Uang Dolar dan Euro Palsu di Depok