"Saya lihat di Sarolangun, belum ada UPPB. Kami minta Dinas Perkebunan untuk segera membentuk UPPB, karena pemerintah akan menyerap karet rakyat ini melalui UPPB," tambahnya.
Pemerintah juga terus mendorong peningkatan serapan karet oleh dunia Industri. Data dari Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) menyebutkan, baru 60 persen dari kapasitas produksi crumb rubber yang dimanfaatkan.
“Jadi ada 40 persen kapasitas produksi yang iddle. Jika bisa dimaksimalkan, tentu serapan karet dalam negeri akan leboh banyak lagi,” katanya.
Selain itu, pemerintah juga telah menginisiasi kerja sama dengan negara-negara penghasil karet dunia untuk melakukan pengendalian pasokan karet di dunia, agar ketersediaan karet dunia tidak berlebih dan menyebabkan harga jatuh. Belum lama ini, pemerintah telah menginisiasi pertemuan dengan Thailand dan Malaysia untuk membahas pengendalian ekspor.
Baca Juga: Kementan Merehabilitasi Jaringan Irigasi Sesuai Kebutuhan Petani
“Produksi tiga negara ini sama dengan produksi 70 persen karet dunia. Jadi kita membuat kesepakatan untuk membatasi ekspor, agar karet dunia berkurang. Jika barang di pasar langka, maka harga akan meningkat,” paparnya.
Dalam pertemuan itu disepakati untuk mengurangi ekspor sebesar 240 ribu ton per tahun. Hal tersebut, menurut Kasdi, cukup efektif untuk menaikkan harga.
“Baru mau berangkat ke Bangkok saja harganya sudah naik, apalagi jika beritanya di-release. Sebelum berangkat harganya hanya 1,2 dolar AS per kilogram, sekarang sudah 1,46 dolar AS per kilogram,” jelas Kasdi.