"Juga mesin panen. Potensi kehilangan saat panen sekarang berhasil diturunkan menjadi 3-4 persen. Ke depan, kita targetkan 2-3 persen, bahkan seperti di Jepang, 1-2 persen saja. Kita optimalkan di operatornya, nanti diberi pelatihan dan pembekalan lagi," jelas Winarno.
Ia menggambarkan, dulu saat panen masih menggunakan cara tradisional menggunakan arit, kehilangan saat panen mencapai 10 persen karena rontok. Berapa persen yang terselamatkan setelah adanya bantuan mekanisasi bisa dengan mudah dihitung, dan menurutnya, ini menjadi keutungan langsung bagi petani.
"Untuk menghadapi El Nino tahun ini, kita juga Insya Allah lebih siap dengan bantuan perbaikan irigasi dan embung. Harapannya, El Nino 2019 tidak terlalu berdampak pada pertanian," tambahnya optimistis.
Risiko bertani kini juga relatif lebih kecil setelah ada bantuan asuransi pertanian. Saat ini memang baru sebatas petani padi dan ternak, ke depan, ia mendapat kepastian akan dilebarkan juga ke petani jagung dan komoditas lainnya.
Baca Juga: Kementan : LKMA Sebaiknya Beli Hasil Panen Petani dengan Harga Wajar
"Manakala petani menghadapi risiko pertanaman, ini berguna untuk meminimalisir kerugian. Dengan membayar Rp 36 ribu saja, saat gagal panen mendapat penggantian 36 juta rupiah," tambahnya.
Ada pula permasalahan dulu selalu menghantui petani, tetapi kini sudah ada solusinya. Panen di musim hujan selalu mengakibatkan hasil tani tidak terjual bahkan busuk.Kini pemerintah mengarahkan petani agar panen di waktu yang tidak bersamaan.
Dalam hal stabilisasi harga, Winarno berharap pada peran penting Bulog, agar dapat menyerap hasil panen, untuk melindungi petani dari kerugian besar.
"Satu lagi, kami juga merasa dilindungi dari serbuan produk impor. Kami apresiasi hal ini sebagai keberanian Menteri Pertanian, Amran Sulaiman untuk membatasi impor hasil produk pertanian," jelasnya.
Baca Juga: Kementan Minta Petani Optimalkan Penggunaan Bantuan Alat Pertanian